KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1
PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN
Oleh :
Ni Nyoman Ayu Suciati, S.Si. M.Pd.
CGP - SMP Negeri 1 Kuta Utara
PENDAHULUAN
Guru Penggerak merupakan episode kelima dari rangkaian kebijakan Merdeka
Belajar yang diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
dan dijalankan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen
GTK). Program Guru Penggerak ini bertujuan untuk menyiapkan para pemimpin
pendidikan Indonesia masa depan, yang mampu mendorong tumbuh kembang murid
secara holistik; aktif dan proaktif dalam mengembangkan guru di sekitarnya
untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada murid; serta menjadi
teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil
Pelajar Pancasila.
Untuk mendukung tercapainya tujuan itu, Program Pendidikan Guru
Penggerak (PPGP) dijalankan dengan menekankan pada kompetensi kepemimpinan
pembelajaran (instructional leadership)
yang mencakup komunitas praktik, pembelajaran sosial dan emosional,
pembelajaran berdiferensiasi yang sesuai perkembangan murid, dan kompetensi
lain dalam pengembangan diri dan sekolah. Kompetensi tersebut dituangkan ke
dalam tiga paket modul, yaitu paradigma dan visi Guru Penggerak; praktik
pembelajaran yang berpihak pada murid; dan pemimpin pembelajaran dalam
pengembangan sekolah. Selanjutnya, ketiga paket modul tersebut diperinci
menjadi 10 bagian. Program pendidikan ini dijalankan selama sembilan (9) bulan
yang terdiri dari kelas pelatihan daring, lokakarya, dan pendampingan. Proses
pendidikan ini mengedepankan coaching
dan on-the-job training, yang artinya
selama belajar, guru tetap menjalankan perannya di sekolah sekaligus menerapkan
pengetahuan yang didapat dari ruang pelatihan ke dalam pembelajaran di kelas.
Dengan demikian, kepala sekolah dan pengawas menjadi mitra seorang calon guru
penggerak dalam mempersiapkan diri menjadi pemimpin.
Di dalam proses pelaksanaan PPGP, Calon Guru Penggerak (CGP) diajak untuk merefleksikan praktik pembelajaran yang sudah dijalankan serta berdiskusi dan berkolaborasi dengan sesama CGP maupun komunitas di sekitarnya. Keseluruhan pengalaman belajar itu diramu dalam siklus MERRDEKA, yang diawali dengan Mulai dari Diri, lalu dilanjutkan dengan Eksplorasi Konsep; Ruang Kolaborasi; Refleksi Terbimbing; Demonstrasi Kontekstual; Elaborasi Pemahaman; Koneksi Antarmateri; dan ditutup dengan Aksi Nyata. Diharapkan model pembelajaran yang berbasis pengalaman seperti ini dapat mewujudkan guru dan murid merdeka yang menjadi pembelajar sepanjang hayat.
PEMBAHASAN
1. Pandangan Ki Hadjar Dewantara Terhadap Peran Pendidik Sebagai Pemimpin Pembelajaran
Menurut Ki Hadjar Dewantara,
pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun pendidikan
yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka
sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan
dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Mendidik adalah menuntun atau
mengarahkan peserta didik agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan
mencapai tujuannya menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa. Peran
guru yang diinginkan oleh beliau ialah seorang guru menjadi teladan bagi anak
didiknya lalu dapat mengarahkan dan menuntun dengan benar tanpa adanya paksaan,
dan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik.
Ki Hajar Dewantara tidak
dapat terlepas dari perjalanan pendidikan di Indonesia.. Ki Hajar Dewantara
juga merupakan pelopor sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Beliau juga telah
mendirikan perguruan Taman Siswa sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajahan
Belanda. Pemikiran Ki Hajar Dewantara memiliki relevansi tinggi untuk terobosan
untuk membangun pendidikan saat ini yang sedang dalam keadaan yang tidak
baik-baik saja. Ki Hajar Dewantara juga memiliki semboyan yang terkenal yang
biasanya disebut sebagai Trilogi Pendidikan. Trilogi Pendidikan tersebut yaitu
: Ing Ngarsa Sung Tuladha (di depan memberi teladan), Ing Madya Mangun Karsa
(di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), Tut Wuri Handayani (di
belakang memberi dorongan). Berikut merupakan implementasi dari Trilogi
Pendidikan Ki Hajar Dewantara untuk peran pendidik sebagai pemimpin
pembelajaran :
1.
Ing Ngarsa Sun Tuladha
Menjadi seorang tenaga pendidik
memang tidak mudah. Seorang tenaga pendidik harus memiliki kepribadian dan
tingkah laku yang baik, karena seorang tenaga pendidik akan menjadi contoh
tauladan yang baik untuk peserta didiknya. Menjadi tauladan yang baik merupakan
hal yang sangat penting bagi seorang tenaga pendidik. Hal ini akan berpengaruh
pada kepercayaan peserta didik kepada seorang pendidik tersebut. Tenaga
pendidik diharapkan mampu menarik perhatian peserta didik agar mereka dapat
menjadikan seorang pendidik sebagai tauladan yang baik bagi mereka. Semboyan
ini jika diimplementasikan juga dapat memiliki arti bahwa seorang tenaga
pendidik itu akan menjadi sosok panutan bagi peserta didik ataupun orang-orang
disekitarnya yang membutuhkan didikan dari tenaga pendidik tersebut. Tenaga
pendidik menjadi contoh panutan yang baik lewat tingkah laku dan perbuatan yang
telah dilakukannya dalam proses pendidikan berlangsung. Sikap teladan dari
seorang tenaga pendidik merupakan suatu hal yang paling utama dalam proses
pendidikan. Segala sesuatu yang telah dilakukan oleh tenaga pendidik tersebut
harus dapat dipertanggung jawabkan.
2.
Ing Madya Mangun Karsa
Seorang tenaga pendidik tidak akan
bisa berdiri sendiri dalam menjalankan proses pendidikan. Seorang pendidik
harus bisa bekerjasama dengan peserta didiknya untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Hal inilah yang nantinya akan mempermudah tercapainya proses
pendidikan. Seorang tenaga pendidik harus bisa menyatu dengan peserta didiknya,
menyatu disini yaitu berbaur atau saling bertukar pendapat. Jadi dalam proses
pembelajaran tidak hanya seorang pendidik saja yang bersikap aktif, tetapi
peserta didiknya pun juga harus diberikan kesempatan untuk menyampaikan
pendapatnya. Darisinilah diharapkan seorang pendidik dapat menyatu dengan
peserta didiknya, dan peserta didiknya pun juga dapat merasa nyaman dengan
pembelajaran yang sedang berlangsung. Dengan adanya kerjasama yang baik antara
tenaga pendidik dengan peserta didik maka tujuan pendidikan akan dengan mudah
dicapai. Semboyan ini memang memiliki arti ditengah membangunkan niat, jika
tenaga pendidik lebih bisa bergabung dan bekerjasama dengan peserta didik maka
diharapkan peserta didik juga dapat terbangun niatnya untuk lebih giat belajar
agar tujuan pendidikan juga dapat tercapai.
3.
Tut Wuri Handayani
Dari adanya semboyan tersebut dapat
diimplementasikan bahwa seorang tenaga pendidik harus bisa memberikan dorongan
kepada peserta didiknya. Seorang tenaga pendidik harus bisa memberikan motivasi
belajar kepada peserta didiknya agar peserta didiknya dapat belajar dengan
benar. Terkadang peserta didik memiliki kecenderungan malas dan bosan untuk
belajar, dari masalah tersebut sudah menjadi tugas pendidik agar bisa mendorong
peserta didik untuk lebih maju. Menjadi seorang tenaga pendidik harus bisa
menjadi motivator bagi peserta didiknya. Semboyan ini juga dapat mendorong
seorang pendidik agar lebih maju dalam berlangsungnya proses pendidikan. Lebih
maju disini memiliki arti bahwa seorang tenaga pendidik harus bisa menjadi
lebih kreatif dan selalu menemukan inovasi baru sebagai bahan untuk proses
berlangsungnya pembelajaran. Jika seorang pendidik memiliki dorongan motivasi
tinggi dan selalu kreatif maka peserta didiknya juga akan ikut memiliki
kreatifitas tinggi dan motivasi belajar mereka juga akan terdorong lebih kuat.
Seorang tenaga pendidik juga harus bisa menjadi penyemangat untuk peserta
didiknya dalam proses pembelajaran berlangsung agar mereka memiliki pemikiran
yang lebih terbuka. Jika peserta didik memiliki pemikiran yang lebih terbuka,
dan tidak malu untuk menyampaikan pendapat maka minat belajar mereka juga akan
meningkat dengan cepat. Hal inilah yang dimaksudkan bahwa seorang tenaga
pendidik harus bisa menjadi motivator, penyemangat, dan juga pendorong minat
belajar peserta didiknya
2. Nilai dan Peran Pendidik Terhadap Prinsip-prinsip Pengambilan Keputusan Sebagai Seorang Pemimpin Pembelajaran
Mengelola pendidikan
bukanlah persoalan mudah, dibutuhkan pemikiran dan analisis mendalam agar
pendidikan yang dilaksanakan tepat sasaran dan sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan. Peran pemimpin pembelajaran menjadi sangat urgen untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan. Pemimpin pembelajaran
dalam sebuah institusi pendidikan dituntut dapat merumuskan dan
mengkomunikasikan visi dan misi yang jelas dalam memajukan pendidikan. Peran
pemimpin pembelajaran menjadi semakin kompleks, karena pemimpin pembelajaran
menjadi motor penggerak terjadinya proses perubahan dalam institusi pendidikan melalui
keputusan-keputusan efektif yang diambil berdasarkan paradigma dan prinsip
pengambilan keputusan yang tepat.
Kepemimpinan pembelajaran
adalah suatu kemampuan dan proses mempengaruhi, mengkoordinir, dan menggerakkan
orang-orang lain yang ada hubungan dengan pengembangan ilmu pendidikan dari
pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, agar supaya kegiatan-kegiatan yang
dijalankan dapat lebih efesien dan efektif didalam pencapaian tujuantujuan
pendidikan dan pengajaran. Guru
adalah pemimpin bagi siswa dalam pembelajarannya, bagi kolega atau teman-teman
seprofesinya, dan bagi dirinya sendiri. Guru adalah pemimpin ketika ia sedang
melaksanakan pembelajaran di kelasnya. Ia adalah pemegang kendali dan pengambil
keputusan saat melaksanakan pemebalajaran. Setiap saat guru harus melakukan
suatu tindakan sebagaimana seorang pemimpin di dalam kelasnya. Bagi kolega atau
teman seprofesinya, seorang guru juga merupakan pemimpin, tentu saja bukan
pemimpin dalam arti formal. Seorang guru yang profesional akan mampu menjadi
seorang yang berdiri di depan menunjukkan bagaimana seharusnya menjadi guru
yang berkualitas bagi guru-guru lainnya. Bagi dirinya sendiri, seorang guru
juga adalah pemimpin. Apapun yang ia lakukan dalam menjalani profesinya sebagai
guru tergantung bagaimana ia menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Ia harus
dapat menentukan dan memutuskan apa yang harus ia lakukan demi menjadi guru
yang baik dan profesional.
3. Keterkaitan Peran Pendidik dalam Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran Terhadap Kegiatan "Coaching"
Kita semua memahami jika murid kita bukanlah kertas kosong. Mereka datang dengan berbagai latar belakang, kemampuan, dan potensi. Tugas pendidik adalah menjadikan latar belakang mereka sebagai pondasi kuat bagi Anda dalam memimpin pembelajaran. Selain itu, pendidik juga bertugas meningkatkan kemampuan dan melejitkan potensi mereka. Oleh karena itu, pendidik diharapkan memiliki keterampilan yang dapat mengarahkan anak didik untuk menemukan jati diri dan melejitkan potensi mereka.
Salah satu keterampilan yang diperlukan adalah keterampilan coaching. Mengapa keterampilan coaching? Coaching diperlukan karena murid kita adalah sosok merdeka. Sosok yang dapat menentukan arah dan tujuan pembelajarannya, serta meningkatkan potensinya sendiri. Mereka hanya memerlukan dorongan dan arahan dari pendidik sebagai pemimpin pembelajaran untuk melejitkan potensi mereka. Tentunya ini bukan hal yang mudah karena sebagai pemimpin pembelajaran terkadang kita tergoda untuk berupaya membantu permasalahan murid secara langsung dengan memberikan solusi dan nasehat. Dengan keterampilan coaching, harapannya anak didik kita menjadi lebih terarah dan dapat menyelesaikan masalahnya sendiri yang pada akhirnya dapat meningkatkan potensi mereka.
Masih terkait dengan kemerdekaan belajar, proses coaching merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak murid. Pertanyaan-pertanyaan reflektif dalam dapat membuat murid melakukan metakognisi. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga membuat murid lebih berpikir secara kritis dan mendalam. Yang akhirnya, murid dapat menemukan potensi dan mengembangkannya. Mengingat pentingnya proses coaching ini sebagai alat untuk memaksimalkan potensi murid, guru hendaknya memiliki keterampilan coaching. Keterampilan coaching ini sangat erat kaitannya dengan keterampilan berkomunikasi. Melalui komunikasi yang efektif dalam proses coaching, seorang pendidik sebagai pemimpin pembelajaran akan mampu mengidentifikasi dilema yang dihadapi murid, dan melakukan pengujian terhadap keputusan yang akan diambil murid melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif yang diberikan. Jika proses coaching berhasil dengan baik, masalah-masalah pembelajaran atau masalah eksternal yang mengganggu proses pembelajaran dan dapat menurunkan potensi murid akan dapat diatasi.
4. Peran Seorang Pendidik
dalam Mengatasi Kasus Moral/Etika Melalui Pengambilan Keputusan yang Efektif untuk Terciptanya
Lingkungan yang Positif
Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, seorang pendidik sering dihadapkan dalam situasi di mana merek diharuskan mengambil suatu keputusan. Namun, sering keputusan tersebut melibatkan kepentingan dari masing-masing pihak yang sama-sama benar, tapi saling bertentangan satu dengan yang lain, yang disebut dengan “dilema etika”. Terkadang, setelah mengambil keputusan tersebut, seorang pendidik menjadi ragu-ragu dan menanyakan ke diri sendiri apakah keputusan yang diambil telah tepat, ada perasaan tidak nyaman dalam diri mereka, atau timbul pemikiran mengganjal dalam diri mereka seperti, ‘Apakah ini sesuai peraturan?’ atau ‘Bagaimana panutan mereka akan berlaku dalam hal seperti ini?’
Langkah awal yang
dilakukan seorang pendidik untuk memgatasi situasi dilema etika adalah
menentukan paradigma yang muncul dari situasi dilema etika tersebut. Secara
umum paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika, yaitu :
a. Individu
lawan masyarakat (individual vs community)
Dalam paradigma ini ada pertentangan
antara individu yang berdiri sendiri melawan sebuah kelompok yang lebih besar
di mana individu ini juga menjadi bagiannya. Bisa juga konflik antara
kepentingan pribadi melawan kepentingan orang lain, atau kelompok kecil melawan
kelompok besar.
b. Rasa
keadilan lawan rasa kasihan (justice vs
mercy)
Dalam paradigma ini ada pilihan
antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan sepenuhnya.
Pilihan yang ada adalah memilih antara keadilan dan perlakuan yang sama bagi
semua orang di satu sisi, dan membuat pengecualian karena kemurahan hati dan
kasih sayang, di sisi lain.
c. Kebenaran
lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
Kejujuran dan kesetiaan seringkali
menjadi nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi dilema etika. Kadang kita
perlu untuk membuat pilihan antara berlaku jujur dan berlaku setia (atau
bertanggung jawab) kepada orang lain. Apakah kita akan jujur menyampaikan
informasi berdasarkan fakta atau kita menjunjung nilai kesetiaan pada profesi,
kelompok tertentu, atau komitmen yang telah dibuat sebelumnya.
d. Jangka
pendek lawan jangka panjang (short term
vs long term)
Paradigma ini paling sering terjadi
dan mudah diamati. Kadang perlu untuk memilih antara yang kelihatannya terbaik
untuk saat ini dan yang terbaik untuk masa yang akan datang. Paradigma ini bisa
terjadi di level personal dan permasalahan sehari-hari, atau pada level yang
lebih luas, misalnya pada issue-issue dunia secara global, misalnya lingkungan
hidup dll.
Selain mempertimbangkan
paradigma dari sebuah kasus/situasi, seorang pendidik perlu menentukan
prinsip-prinsip yang mendasari pemikiran mereka dalam mengambil suatu keputusan
yang mengandung unsur dilema etika. Berikut adalah prinsip pengambilan
keputusan dalam situasi dilema etika, yaitu :
a. Berpikir
Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)
ditentukan dengan konsekuensi atau hasil dari suatu tindakan.
b. Berpikir
Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)
menentukan keputusan berdasarkan peraturan yang telah dibuat.
c. Berpikir
Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)
prinsipnya “Lakukan kepada orang lain seperti yang Anda ingin mereka lakukan
kepada Anda" Dengan kepedulian terhadap sesama kita akan menjadi lebih
peka dan bersimpati.
Langkah terakhir adalah melakukan pengujian
dan pengambilan keputusan. Berikut adalah sembilan langkah pengujian
dan pengambilan keputusan dalam situasi dilemma etika, yaitu :
1. Mengenali
bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi ini.
2. Menentukan
siapa yang terlibat dalam situasi ini.
3. Kumpulkan
fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.
4. Pengujian
benar atau salah, yang meliputi uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji
halaman depan koran, uji panutan/idola.
5. Pengujian
paradigma benar lawan benar
6. Melakukan
prinsip resolusi
7. Investigasi
opsi trilema
8. Buat
keputusan
9. Lihat
lagi keputusan dan refleksikan
Melalui langkah-langkah pengambilan keputusan yang efektif tersebut, maka seorang pendidik sebagai pemimpin pembelajaran akan mampu mewujudkan wellbeing ekosistem Pendidikan, yaitu lingkungan belajar yang positif, kondusif, aman, dan nyaman bagi peserta didik.
5. Peran Pendidik dalam Pengambilan
Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran Terhadap Murid Merdeka
Merdeka
belajar bermakna kemerdekaan belajar, yakni memberikan kesempatan belajar
sebebas-bebasnya dan senyaman-nyamannya kepada anak didik untuk belajar dengan
tenang, santai dan gembira tanpa stres dan tekanan dengan memperhatikan bakat
alami yang mereka punyai, tanpa memaksa mereka mempelajari atau menguasai suatu
bidang pengetahuan di luar hobi dan kemampuan mereka,sehingga masing-masing
mereka mempunyai portofolio yang sesuai dengan kegemarannya. Sebab, memberi
beban kepada pelajar di luar kemampuannya adalah tindakan yang tercela secara
akal sehat dan tidak mungkin dilakukan oleh guru yang bijak. Ini tak ubahnya
seperti murid yang buta lalu guru memimtanya menceritakan apa dan bagaimana
matahari itu kepada teman-temannya.
Merdeka
belajar adalah kemerdekaan berpikir. Dan terutama esensi kemerdekaan berpikir
ini harus ada di guru dulu. Tanpa terjadi di guru, tidak mungkin bisa terjadi
di murid. Pendidikan yang memerdekakan paling tidak dapat dipahami dalam
beberapa pemahaman yakni:
1. pendidikan yang memerdekakan adalah pola pendidikan
yang menanamkan nilai-nilai yang benar dan mengubahkan individu yang belajar.
2. pendidikan yang
memerdekakan ialah pendidikan yang disajikan dengan mengedepankan nilai harkat
dan martabat manusia, karena itu harus dijauhkan praktik-praktik diskriminasi
dan klasterisasi bagi peserta didik.
3. pendidikan yang memerdekakan ialah pendidikan yang
merestorasi kehidupan manusia, secara khusus dalam praktek kehidupan.
Dalam konsep merdeka belajar, guru diberi kebebasan
untuk berpikir dalam menentukan langkah yang tepat dan strategis sehingga bisa
menjawab semua tantangan dan permasalahan pendidikan yang dihadapi dalam
wilayah pendidikan. Dalam konsep ini, guru harus bisa menentukan treatment yang tepat tanpa intervensi terlalu jauh
dari pihak luar. Penerapan treatment tersebut tentunya harus memiliki dasar kuat
dan bisa dipertanggung jawabkan. Guna sampai pada keberhasilan penerapan
konsep merdeka belajar tersebut, guru dituntut agar dapat menerjemahkan konsep
sehingga mampu merealisasikan dalam penerapan pembelajaran yang
dilaksanakannya. Untuk sampai pada kenyataan tersebut guru harus memiliki
keluasan wawasan dan kedalaman pengalaman sebagai modalnya, termasuk pengalaman
dalam pengambilan keputusan dalam situasi yang mengandung unsur dilemma etika.
Akhirnya, konsep
merdeka belajar harus dimaknai sebagai pemberian peluang bagi guru sehingga
mereka berani mencoba, berekpresi, bereksperimen, menjawab tantangan, serta
berani berkolaborasi untuk berkontribusi dalam melahirkan pendidikan lebih baik
dan bermakna sehingga mampu mewujudkan masa depan peserta didik yang
berkarakter Profil Pelajar Pancasila.
KESIMPULAN
Banyak harapan yang digantungkan bangsa ini kepada saya dan
teman-teman guru di seluruh Indonesia, khususnya calon guru penggerak. Tugas
kita sebagai pendidik sungguh sangat mulia. Karena di balik tugas mengajar,
kita mempunyai misi kemanusiaan untuk menumbuhkan kodrat dan memuliakan anak
bangsa. Guru adalah salah satu pilar untuk menumbuhkan sang anak menjadi sosok
yang beriman dan berakhlak, bernalar kritis dalam menimbang suatu kebenaran,
dan mampu berkreativitas menciptakan sebuah karya yang bermanfaat, menghargai
kebhinekaan tanpa harus memandang identitas keagamaan atau etnis dan
kelompok tertentu, tetapi berlandaskan pada nilai-nilai kemanusiaan. Guru juga
menjadi sosok yang berperan dalam menumbuhkan kemandirian sang anak, tanpa
harus menghakimi, memerintah, dan mencampuri kemerdekaannya.
Guru yang merdeka sadar bahwa perannya sebagai seorang
pemimpin pembelajaran harus lebih dulu tergerak, kemudian mencoba terus
bergerak, dan selanjutnya menggerakkan anak dan orang-orang di sekitarnya. Sebagai
seorang pemimpin pembelajaran, hal pertama yang perlu dilakukan adalah “kenalilah siapa sebenarnya diri kita”, “bagaimana
kita”, dan “pahamilah paradigma setiap situasi yang dihadapi”, maka itu akan
mempermudah kita untuk menjadi pengambil keputusan yang baik sebagi pemimpin pembelajaran
bagi siswa-siswa kita, terutama di dalam kelas pada pembelajaran yang sedang
dilaksanakan. Kemudian,
pelajarilah bagaimana bertindak sebagai pemimpin yang efektif, dengan
menerapkan 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan, sehingga setiap
keputusan dan kebijakan yang kita ambil sebagai seorang pemimpin pembelajaran menjadi
bermanfaat bagi semua pihak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar