DUNIA PENDIDIKAN SMP NEGERI 1 KUTA UTARA
CERDAS, BERKARAKTER DAN BERJIWA SAINSPRENEUR
Sabtu, 19 Juni 2021
Jumat, 28 Mei 2021
ARTIKEL KONEKSI
ANTAR MATERI MODUL 3.3
“PENGELOLAAN PROGRAM YANG BERDAMPAK PADA MURID”
OLEH :
Ni Nyoman Ayu
Suciati, S.Si. M.Pd.
CGP SMP N 1 Kuta
Utara
INTISARI MATERI PROGRAM SEKOLAH YANG BERDAMPAK PADA MURID
Proses
belajar mengajar akan berlangsung dengan baik di sekolah jika didukung oleh
adanya program, baik di tingkat kelas, maupun tingkat sekolah. Hal ini berarti
bahwa proses pendidikan harus dikelola dengan baik yang tersusun dalam sebuah
program sekolah. Proses penyusunan program ini merupakan proses yang terdiri
atas kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan. Dengan kata lain program sekolah adalah
suatu kegiatan dalam membuat atau membentuk pengelolaan sekolah secara mandiri
berdasarkan analisis kekuatan, kelemahan, peluang, tantangan atau analisis
situasi dan kondisi dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku dan tuntutan masyarakat. Dalam menyusun program sekolah, peran serta
sumber daya manusia yang ada perlu dilibatkan seperti : kepala sekolah, guru,
dan tenaga administrasi, orang tua/wali siswa, tokoh masyarakat, siswa, dan
pengawas.
Suatu
program sekolah dikatakan berdampak pada murid artinya bahwa program tersebut
melibatkan murid dalam hal perencanaan, pelaksanaan dan monev serta berpengaruh
terhadap tumbuh kembang karakter murid. Dalam membuat program sekolah yang
berdampak pada murid, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti tahapan
membuat program mulai dari perencanaan hingga monitoring dan evaluasi.
Monitoring dan evaluasi adalah suatu aktivitas yang sangat penting untuk
mendukung tercapainya suatu tujuan dari proyek atau program yang dilakukan.
Monitoring adalah proses menghimpun informasi dan analisis internal dari sebuah
program sekolah, sedangkan evaluasi adalah sebuah penilaian retrospektif secara
periodik pada satu program sekolah yang telah selesai. Biasanya kegiatan
evaluasi melibatkan penilai luar yang independen. Monitoring dan evaluasi, atau
lebih mudah disingkat dengan M&E, perlu disinergikan dengan kegiatan atau
program sekolah yang sedang berjalan dengan melakukan perencanaan, tindakan,
dan refleksi. Ketiga aktivitas ini menjadi sebuah siklus yang dapat dilakukan
berulang-ulang.
Dalam
dunia pendidikan kita mengenal istilah manajemen pendidikan yang dilakukan
sekolah untuk mengembangkan mutu sekolah. Manajemen risiko merupakan salah satu
hal wajib yang harus dilakukan dalam merencanakan program sekolah yang
berdampak pada murid. Manajemen risiko adalah metode yang tersusun secara logis
dan sistematis dari suatu rangkaian kegiatan; penetapan konteks, identifikasi, analisa,
evaluasi, pengendalian serta komunikasi risiko. Manajemen risiko haruslah
menjadi satu kesatuan bagian yang tak terpisahkan dari pelaksanaan program di
sekolah, karena walaupun suatu program sekolah telah direncanakan sebaik
mungkin, namun tetap mengandung ketidakpastian bahwa nanti akan berjalan
sepenuhnya sesuai rencana. Risiko dalam sebuah program sekolah yang berdampak
pada murid merupakan sebuah langkah awal yang dapat dilakukan untuk
mengantisipasi segala sesuatu yang kemungkinan besar dapat terjadi, termasuk
juga dalam merencanakan dan melaksanakan program pendidikan. Oleh karena itu,
sekolah sebagai lembaga pendidikan wajib melakukan rangkaian analisis dan
metodologi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, mengendalikan
dan mengevaluasi risiko yang mungkin timbul dari pelaksanaan program sekolah.
CARA SEKOLAH MENGEFEKTIFKAN POTENSI SUMBER DAYA UNTUK DIJADIKAN PROGRAM SEKOLAH YANG BERDAMPAK PADA MURID
Sekolah wajib membangun ekosistem yang dapat merangsang
kreativitas untuk menunjang keberhasilan tujuan pendidikan. Keberhasilan sebuah
program sekolah sangat tergantung pada cara pandang sekolah melihat
ekosistemnya : apakah sebagai kekuatan atau sebagai kekurangan. Sekolah yang
memandang semua yang dimiliki adalah suatu kekuatan, tidak akan berfokus pada
kekurangan tapi berupaya pada pemanfaatan sumber daya (asset) yang dimiliki.
Sekolah hendaknya menerapkan pendekatan berbasis asset untuk mengefektifkan
potensi sumber daya/asset dalam merancang sebuah program sekolah yang berdampak
pada murid. Pendekatan berbasis aset (Asset-Based Thinking)
merupakan cara praktis menemukan dan mengenali hal-hal yang positif dalam
komunitas sekolah, dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, untuk
memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang
menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif. Program sekolah yang menerapkan
pendekatan berbasis aset menekankan kepada kemandirian dari sekolah untuk dapat
menyelesaikan tantangan yang dihadapi dengan bermodalkan kekuatan dan potensi
yang ada di dalam komunitas sekolah sendiri, dengan demikian hasil yang
diharapkan akan lebih berkelanjutan. Pendekatan Berbasis Aset akan berfokus
pada potensi aset/sumber daya yang dimiliki oleh sebuah sekolah, sehingga
program sekolah dapat mencapai tujuan atau visi sekolah yang diharapkan.
TAHAPAN MEMBUAT PROGRAM YANG BERDAMPAK PADA MURID MELALUI TAHAPAN BAGJA (5D)
Pendekatan IA (Inkuiry Apresiatif) menggunakan
prinsip-prinsip utama psikologi positif dan pendidikan positif. Pendekatan IA
percaya bahwa setiap orang memiliki inti positif yang dapat memberikan
kontribusi pada keberhasilan. Inti positif ini merupakan potensi dan aset suatu
sekolah. Dengan demikian, dalam implementasinya, IA dimulai dengan menggali
hal-hal positif, keberhasilan yang telah dicapai dan kekuatan yang dimiliki sekolah, sebelum
sekolah menapak pada tahap selanjutnya dalam melakukan perencanaan perubahan,
termasuk dalam merencanakan sebuah program sekolah.
Dalam sebuah perencanaan program sekolah, pendekatan IA dapat
dimulai dengan mengidentifikasi hal baik yang telah ada di
sekolah, mencari cara agar bagaimana hal tersebut dapat dipertahankan,
sehingga kelemahan, kekurangan dan ketidak-adaan menjadi tidak relevan.
Berpijak dari hal positif tersebut, sekolah kemudian menyelaraskan hal positif
atau kekuatan tersebut dengan visi sekolah dan visi setiap individu dalam
komunitas sekolah. Inkuiri
apresiatif menerapkan sebuah pendekatan kolaboratif untuk mengetahui kondisi
suatu sekolah dalam mengembangkan program sekolah yang berdampak pada murid melalui
pengajuan pertanyaan yang tersusun dalam tahapan BAGJA dan dijalankan dalam
suasana yang positif dan apresiatif. Lima tahapan utama yang dijalankan dalam
akronim BAGJA tersebut adalah:
1.
Buat pertanyaan utama sebagai penentu arah
penelurusan terkait perubahan yang kita inginkan dari sebuah program sekolah yang berdampak pada murid.
2.
Ambil pelajaran ini, dilakukan setelah pertanyaan
utama disepakati. Bagian ini akan menuntun mengambil pelajaran dari pengalaman
individu atau kelompok baik dalam unsur yang berbeda maupun sama dari sebuah program sekolah yang berdampak
pada murid.
3.
Gali mimpi bersama, dalam tahapan ini komunitas
sekolah akan menggali mimpi sebagai keadaan ideal yang diinginkan dari sebuah program sekolah yang berdampak
pada murid, dengan digambarkan secara rinci melalui sebuah
narasi dan diperlukan pertanyaan-pertanyaan pemandu dalam penyusunan narasi.
4.
Jabarkan rencana untuk mencapai gambaran yang
diinginkan. Tahapan ini akan mengidentifikasi tindakan yang diperlukan dan
mengambil keputusan-keputusan. Ketika perencanaan awal kita perlu membuat
pertanyaan-pertanyaan untuk membantu penyusunan rencana program sekolah yang berdampak pada murid agar lebih konkret.
5.
Atur Eksekusi, tahapan ini membantu transformasi
rencana program sekolah yang
berdampak pada murid menjadi nyata. Diperlukan pertanyaan-pertanyaan
yang dapat membantu memutuskan peran dan kesepakatan-kesepakatan
pelaksanaan program sekolah tersebut.
HAL-HAL MENARIK YANG DAPAT SAYA TARIK DARI PEMBELAJARAN MODUL MATERI 3.3 DAN BENANG MERAH YANG BISA SAYA TARIK DARI KETERKAITAN ANTARMATERI YANG DIBERIKAN DALAM MODUL 3.3
Setiap
sekolah pada umumnya telah memiliki visi, misi, dan tujuan yang menjadi acuan
dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Oleh karena itu mutlak diperlukan
adanya suatu pengembangan program sekolah. Berbagai program yang dikembangkan
tersebut harus berpihak pada murid serta relevan dengan visi dan misi sekolah
serta sebagai bentuk penjabaran yang lebih rinci, terukur, dan feasible untuk
dilaksanakan di sekolah. Dalam membuat program sekolah yang berdampak pada
murid, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti tahapan membuat
program mulai dari perencanaan termasuk manajemen risiko, monitoring, evaluasi
pembelajaran (learning) dan pelaporan (reporting).
Manajemen
risiko
adalah metode yang tersusun secara logis dan sistematis dari suatu rangkaian
kegiatan; penetapan konteks, identifikasi,analisa, evaluasi, pengendalian serta
komunikasi risiko. Risiko dalam sebuah program merupakan sebuah langkah awal
yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi segala sesuatu yang kemungkinan besar
dapat terjadi, termasuk juga dalam merencanakan dan melaksanakan program
pendidikan. Oleh karena itu, sekolah sebagai lembaga pendidikan wajib melakukan
rangkaian analisis dan metodologi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi,
mengukur, mengendalikan dan mengevaluasi risiko yang mungkin timbul dari
pelaksanaan program sekolah. Risiko tidak dapat dihindari tetapi dapat dikelola
dan dikendalikan karena apabila risiko tidak dikelola dengan baik maka akan
mengakibatkan kerugian serta hambatan, sehingga program sekolah yang telah
direncanakan tidak berjalan dengan baik Begitu pula sebaliknya apabila risiko
dapat dikelola dengan baik maka sekolah dapat meminimalisir segala kerugian
yang dapat menghambat jalannya program sekolah yang telah direncanakan. Beberapa
tipe risiko di dalam pelaksanaan sebuah program sekolah, meliputi: resiko
strategis, risiko keuangan, risiko operasional, risiko pemenuhan, dan risiko
reputasi. Adapun tahapan manajemen risiko adalah sebagai berikut : a).
identifikasi jenis risiko, b). pengukuran risiko, c). melakukan strategi dalam
pengendalian risiko d). melakukan evaluasi terus-menerus, maju dan
berkelanjutan.
Monitoring
adalah serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk memberikan informasi tentang
sebab dan akibat dari satu kebijakan yang lebih terfokus pada kegiatan program
sekolah yang sedang dilaksanakan. Monitoring dilakukan dengan cara menggali
untuk mendapatkan informasi secara regular berdasarkan indikator tertentu.
Tujuan monitoring adalah mengetahui apakah program sekolah yang sedang berlangsung
sesuai dengan perencanaan dan prosedur yang telah disepakati. Secara prinsip,
monitoring dilakukan pada saat kegiatan sedang berlangsung guna memastikan
kesesuaian proses dan capaian sesuai rencana atau tidak. Bila ditemukan
penyimpangan atau keterlambatan maka segera dibenahi sehingga kegiatan dapat
berjalan sesuai rencana dan target. Hasil monitoring menjadi input bagi
kepentingan proses selanjutnya. Indikator monitoring mencakup esensi aktivitas
dan target yang ditetapkan pada perencanaan program. Apabila monitoring
dilakukan dengan baik akan bermanfaat dalam memastikan pelaksanaan kegiatan
tetap pada jalurnya (sesuai pedoman dan perencanaan program). Juga memberikan
informasi kepada pengelola program apabila terjadi hambatan dan penyimpangan, serta
sebagai masukan dalam melakukan evaluasi. Sedangkan evaluasi suatu proses
sistematis menetapkan nilai tentang sesuatu hal, seperti objek, proses, unjuk
kerja, kegiatan, hasil, tujuan, atau hal lain berdasarkan kriteria tertentu
melalui penilaian. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui hasil atau capaian akhir
dari kegiatan atau program yang dilaksanakan pada akhir kegiatan. Hasil
evaluasi bermanfaat bagi rencana pelaksanaan program yang sama di waktu dan
tempat lainnya.
Pada
dasarnya monitoring dan evaluasi (monitoring dan evaluasi) merupakan kegiatan
pemantauan suatu program sekolah dan bukan merupakan suatu kegiatan yang
mencari-cari kesalahan, tetapi membantu melakukan tindakan perbaikan secara
terus menerus. Monitoring dan evaluasi dilakukan sebagai usaha untuk menentukan
apa yang sedang dilaksanakan dengan cara memantau hasil/prestasi yang dicapai
dan jika terdapat penyimpangan dari standar yang telah ditentukan, maka segera
diadakan perbaikan, sehingga semua hasil/prestasi yang dicapai dapat sesuai dengan
rencana.
Monitoring
dan evaluasi (M&E),
atau lebih mudah disingkat dengan M&E, perlu disinergikan dengan kegiatan
atau program yang sedang berjalan dengan melakukan perencanaan, tindakan, dan
refleksi. Ketiga aktivitas ini menjadi sebuah siklus yang dapat dilakukan
berulang-ulang. Tujuan Monitoring dan Evaluasi dalam pelaksanaan program
sekolah adalah 1). Menyediakan informasi yang relevan dan tepat waktu pada pelaksanaan
kegiatan program sekolah yang akan membantu pembuatan keputusan manajemen yang
efektif dan merencanakan berbagai tindakan yang diperlukan 2). Mengetahui bahwa
program sekolah yang dilaksanakan sesuai dengan yang tujuan direncanakan. 3).
Memberikan masukan terhadap pengambilan keputusan berkaitan perlu atau tidaknya
inovasi dan revisi dalam kegiatan program sekolah.
Pembelajaran
(Learning)
yang didapatkan dalam pelaksanaan program sekolah meliputi : 1). Fact (Fakta ):
Catatan objektif tentang apa yang terjadi selama pelaksanaan program sekolah, 2).
Feeling (Perasaan): Reaksi emosional terhadap situasi selama pelaksanaan
program sekolah, 3). Finding (Temuan): Pembelajaran konkret yang dapat diambil
dari situasi tersebut selama pelaksanaan program sekolah, 4). Future (Masa
Depan): Menyusun pembelajaran digunakan di masa depan setelah program sekolah
dilaksanakan.
Laporan
(Reporting)
merupakan alat bagi pimpinan untuk menginformasikan atau memberikan masukan
untuk setiap pengambilan keputusan yang diambilnya. Oleh karena itu laporan
harus akurat, lengkap, dan objektif. Dalam prakteknya, laporan sebuah program
sekola adalah sebuah dokumen yang merupakan produk akhir dari suatu
kegiatan/program sekolah. Tujuan penyusunan laporan program sekolah adalah
untuk menjadikan informasi dari sebuah program sekolah yang disampaikan jelas
dan mudah dipahami. Oleh karena itu, materi laporan yang disampaikan hanya yang
perlu diketahui oleh pihak pembaca. Fungsi laporan dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1.
Pertanggungjawaban
dan pengawasan
Laporan merupakan suatu
pertanggungjawaban dari seorang kepada pimpinannya sesuai dengan fungsi tugas
yang dibebankan kepada yang bersangkutan
2.
Penyampaian
informasi
Laporan merupakan salah satu
sumber informasi yang diperlukan dalam pelaksanaan fungsi dan tugas-tugasnya.
3.
Bahan
pengambilan keputusan
Dalam pelaksanaan manajemen
Untuk keperluan pengambilan keputusan oleh pimpinan diperlukan data atau
informasi yang berhubungan dengan keputusan yang diambil. Data atau informasi
itu berasal dari semua satuan organisasi atau pejabat di dalam organisasi
melalui laporan-laporan. Sebagai salah satu alat untuk membina kerja sama,
saling pengertian, dan koordinasi dengan bagian/unit lain.
4.
Sebagai
salah satu alat untuk memperluas ide dan tukar-menukar pengalaman.
KAITAN ANTARA PEMETAAN SUMBER DAYA DENGAN PERENCANAAN PROGRAM SEKOLAH YANG BERDAMPAK PADA MURID
Suatu
sekolah sebagai sebagai sebuah organisasi memiliki tujuan tertentu, seperti
yang telah dituangkan dalam visi, misi, dan tujuan sekolah. Guna mencapai
tujuan tersebut diperlukan pengelolaan dari seluruh sumber daya yang dimiliki. Peningkatan
mutu sekolah dapat dilakukan dengan pengelolaan sumber daya sekolah secara
efektif. Efektivitas pengelolaan sumber daya sekolah adalah tingkat pencapaian
tujuan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya yang ada baik tenaga pendidik,
tenaga kependidikan, sarana prasarana, dan lain sebagainya untuk mencapai
tujuan sekolah serta memiliki lingkungan sekolah yang mendukung kegiatan
pembelajaran dan output yang dihasilkan oleh sekolah dapat bermanfaat bagi
masyarakat. Dalam hal ini, sumber daya sekolah tersebut meliputi sumber daya
manusia dan sumber daya non manusia. Sumber daya manusia tersebut meliputi
kepala sekolah, pendidik, dan tenaga kependidikan. Sumber daya non manusia
meliputi sarana prasarana, lingkungan, keuangan, social, agama dan politik.
Setiap
sekolah pada umumnya telah memiliki visi, misi, dan tujuan yang menjadi acuan
dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Oleh karena itu mutlak diperlukan
adanya suatu pengembangan program sekolah. Berbagai program yang dikembangkan
tersebut harus berpihak pada murid serta relevan dengan visi dan misi sekolah
serta sebagai bentuk penjabaran yang lebih rinci, terukur, dan feasible untuk
dilaksanakan di sekolah. Pengembangan program sekolah yang berpihak pada murid
hendaknya dilakukan melalui tahapan yang sistematis dengan langkah-langkah yang
dapat dipertanggungjawabkan, baik secara akademik, yuridis, maupun sosial.
Pengembangan program sekolah yang berpihak pada murid juga harus mempertimbangkan
potensi atau sumber daya dan kemampuan sekolah, sejauh mana kekuatan sekolah
dan lingkungan mendukung keterlaksanaan program, dan apakah terdapat ancaman
atau hambatan dalam pelaksanaan nantinya. Sekolah dapat menentukan seberapa
besar peluang yang ada dari program yang dikembangkan untuk ditetapkan sebagai
suatu rencana-rencana kegiatan yang dapat ditempuh dengan tingkat keberhasilan
tinggi. Sekolah yang menyusun program tanpa mengindahkan berbagai pertimbangan
tersebut akan mengakibatkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam
pelaksanaan, baik penyimpangan dalam bentuk perubahan atau penggantian program,
kemacetan program, tidak terlaksananya program, banyaknya hambatan yang muncul,
maupun penyimpangan keuangan. Terjadinya penyimpangan-penyimpangan program
tersebut merupakan suatu pemborosan dan kerugian dalam berbagai bidang yang
pada akhirnya dapat mengakibatkan kegagalan keberhasilan yang diinginkan.
Begitupun dengan sekolah yang programnya tidak terukur, tidak jelas, tidak
aplicable, dan tidak fokus, dampak yang terjadi akan lebih besar dan berpotensi
merugikan semua pihak. Terjadinya kekeliruan manajemen sekolah juga disebabkan
kondisi program sekolah yang salah, begitupun sebaliknya.
Pada
sisi lain, kesuksesan sekolah dalam bentuk prestasi akademik maupun non
akademik tidak terlepas dari program sekolah yang ditata dengan baik dan benar.
Sustainabilitas keberhasilan sekolah bertaraf nasional dan internasional juga
disebabkan adanya kejelasan program sekolah yang memiliki sifat jangka menengah
dan jangka panjang. Pengembangan program sekolah yang berpihak pada murid hendaknya
melalui tahapan yang sistematis dan langkah-langkahnya dapat di
pertanggungjawabkan, baik secara akademik, yuridis, maupun sosial. Dalam
pengembangan program sekolah juga harus mempertimbangkan potensi dan kemampuan
sekolah, sejauh mana kekuatan sekolah dan lingkungan mendukung keterlaksanaan
program sekolah. Oleh karena itu, pengembangan program-program sekolah, baik
secara kualitas maupun kuantitas, dianggap sangat penting sehingga dalam
penyelenggaraan pendidikannya dapat terarah dengan langkah-langkah pelaksanaan
yang efektif dan efisien.
KAITAN ANTARA MATERI DALAM MODUL 3.3 DENGAN MODUL LAIN DI PROGRAM PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
Menurut Ki Hadjar
Dewantara, “Maksud pendidikan itu adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik
sebagai manusia, maupun anggota
masyarakat”. Hal ini berarti bahwa pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak.
Konsep program sekolah
yang berdampak pada murid diarahkan pada pengembangan potensi murid dengan memaksimalkan
potensi alami (kodrat) murid melalui pengoptimalan sumber daya yang berada di
sekelilingnya, sehingga mampu mewujudkan budaya positif yang mendukung
terciptanya murid merdeka belajar dan berkarakter profil pelajar Pancasila.
Perencanaan program sekolah yang berdampak pada
murid menggunakan pendekatan Inkuiri
apresiatif dengan model BAGJA, dimana pendekatan ini percaya
bahwa setiap orang memiliki inti positif yang dapat memberikan kontribusi pada
keberhasilan program sekolah. Inti positif ini merupakan potensi dan aset yang
dimiliki sekolah, baik aset manusia maupun aset bukan manusia. Dengan
demikian, dalam implementasinya, pendekatan Inkuiri apresiatif model BAGJA
dimulai dengan menggali hal-hal positif, keberhasilan yang telah dicapai dan
kekuatan yang dimiliki sekolah, sebelum menapak pada tahap selanjutnya dalam
melakukan perencanaan perubahan melalui program sekolah yang berdampak pada
murid.
Perencanaan program sekolah yang berdampak pada
murid memerlukan kolaborasi seluruh peran stake holder Pendidikan di sekolah
untuk dapat memetakan dan mengoptimalkan asset atau sumber daya sekolah. Pemetaan modal atau aset sekolah merupakan kegiatan menginventaris seluruh
sumber daya yang dimiliki sekolah menggunakan pendekatan berbasis asset untuk menemukan dan
mengenali hal-hal yang positif dalam komunitas sekolah, dengan menggunakan
kekuatan sebagai tumpuan berpikir, dengan memusatkan perhatian pada apa yang
bekerja, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi positif untuk
mendukung pelaksanaan program sekolah yang berdampak pada murid.
KAITAN DARI SEMUA
MATERI TERSEBUT DENGAN PERAN SAYA SEBAGAI GURU PENGGERAK
Guru penggerak adalah pemimpin pembelajaran yang mampu mendorong tumbuh kembang murid secara holistic sesuai dengan kodrat yang ada di dalam dirinyaserta mampu secara aktif dan proaktif mengembangkan pendidik lainnya untuk mengimplementasikan pemikiran Ki Hajar Dewantara, yaitu pembelajaran yang berpusat pada murid, serta mampu menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan guna mewujudkan “Merdeka Belajar”. Kemampuan guru penggerak dalam memetakan dan mengelola program sekolah yang berdampak pada murid akan mendukung peran guru penggerak dalam mewujudkan merdeka belajar.
Seorang guru penggerak harus memiliki nilai-nilai
mandiri, reflektif, inovatif, kolabratif dan berpihak pada murid dalam
mengelola perubahan positif dalam lingkungan atau ekosistem sekolah. Sebagai
agen perubahan positif sebuah ekosistem sekolah, guru penggerak dapat
mewujudkan perubahan tersebut melalui sebuah program sekolah yang berdampak
pada murid secara
mandiri, reflektif, inovatif, dan kolaboratif
berdasarkan analisis kekuatan, kelemahan, peluang, tantangan atau analisis
situasi dan kondisi dengan memperhatikan dan mengoptimalkan potensi sumber daya yang dimiliki sekolah. Mewujudkan nilai-nilai guru penggerak dalam diri
bukanlah suatu hal yang mudah, butuh proses belajar dan pembiasaan-pembiasaan
yang dilakukan secara kontinu serta butuh kolaborasi seluruh pemangku
kepentingan pendidikan, khususnya dalam merencanakan, melaksanakan, serta
melakukan monitoring dan evaluasi sebuah program sekolah yang berdampak pada
murid.
Selasa, 06 April 2021
KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1
KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1
PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN
Oleh :
Ni Nyoman Ayu Suciati, S.Si. M.Pd.
CGP - SMP Negeri 1 Kuta Utara
PENDAHULUAN
Guru Penggerak merupakan episode kelima dari rangkaian kebijakan Merdeka
Belajar yang diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
dan dijalankan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen
GTK). Program Guru Penggerak ini bertujuan untuk menyiapkan para pemimpin
pendidikan Indonesia masa depan, yang mampu mendorong tumbuh kembang murid
secara holistik; aktif dan proaktif dalam mengembangkan guru di sekitarnya
untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada murid; serta menjadi
teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil
Pelajar Pancasila.
Untuk mendukung tercapainya tujuan itu, Program Pendidikan Guru
Penggerak (PPGP) dijalankan dengan menekankan pada kompetensi kepemimpinan
pembelajaran (instructional leadership)
yang mencakup komunitas praktik, pembelajaran sosial dan emosional,
pembelajaran berdiferensiasi yang sesuai perkembangan murid, dan kompetensi
lain dalam pengembangan diri dan sekolah. Kompetensi tersebut dituangkan ke
dalam tiga paket modul, yaitu paradigma dan visi Guru Penggerak; praktik
pembelajaran yang berpihak pada murid; dan pemimpin pembelajaran dalam
pengembangan sekolah. Selanjutnya, ketiga paket modul tersebut diperinci
menjadi 10 bagian. Program pendidikan ini dijalankan selama sembilan (9) bulan
yang terdiri dari kelas pelatihan daring, lokakarya, dan pendampingan. Proses
pendidikan ini mengedepankan coaching
dan on-the-job training, yang artinya
selama belajar, guru tetap menjalankan perannya di sekolah sekaligus menerapkan
pengetahuan yang didapat dari ruang pelatihan ke dalam pembelajaran di kelas.
Dengan demikian, kepala sekolah dan pengawas menjadi mitra seorang calon guru
penggerak dalam mempersiapkan diri menjadi pemimpin.
Di dalam proses pelaksanaan PPGP, Calon Guru Penggerak (CGP) diajak untuk merefleksikan praktik pembelajaran yang sudah dijalankan serta berdiskusi dan berkolaborasi dengan sesama CGP maupun komunitas di sekitarnya. Keseluruhan pengalaman belajar itu diramu dalam siklus MERRDEKA, yang diawali dengan Mulai dari Diri, lalu dilanjutkan dengan Eksplorasi Konsep; Ruang Kolaborasi; Refleksi Terbimbing; Demonstrasi Kontekstual; Elaborasi Pemahaman; Koneksi Antarmateri; dan ditutup dengan Aksi Nyata. Diharapkan model pembelajaran yang berbasis pengalaman seperti ini dapat mewujudkan guru dan murid merdeka yang menjadi pembelajar sepanjang hayat.
PEMBAHASAN
1. Pandangan Ki Hadjar Dewantara Terhadap Peran Pendidik Sebagai Pemimpin Pembelajaran
Menurut Ki Hadjar Dewantara,
pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun pendidikan
yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka
sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan
dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Mendidik adalah menuntun atau
mengarahkan peserta didik agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan
mencapai tujuannya menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa. Peran
guru yang diinginkan oleh beliau ialah seorang guru menjadi teladan bagi anak
didiknya lalu dapat mengarahkan dan menuntun dengan benar tanpa adanya paksaan,
dan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik.
Ki Hajar Dewantara tidak
dapat terlepas dari perjalanan pendidikan di Indonesia.. Ki Hajar Dewantara
juga merupakan pelopor sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Beliau juga telah
mendirikan perguruan Taman Siswa sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajahan
Belanda. Pemikiran Ki Hajar Dewantara memiliki relevansi tinggi untuk terobosan
untuk membangun pendidikan saat ini yang sedang dalam keadaan yang tidak
baik-baik saja. Ki Hajar Dewantara juga memiliki semboyan yang terkenal yang
biasanya disebut sebagai Trilogi Pendidikan. Trilogi Pendidikan tersebut yaitu
: Ing Ngarsa Sung Tuladha (di depan memberi teladan), Ing Madya Mangun Karsa
(di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), Tut Wuri Handayani (di
belakang memberi dorongan). Berikut merupakan implementasi dari Trilogi
Pendidikan Ki Hajar Dewantara untuk peran pendidik sebagai pemimpin
pembelajaran :
1.
Ing Ngarsa Sun Tuladha
Menjadi seorang tenaga pendidik
memang tidak mudah. Seorang tenaga pendidik harus memiliki kepribadian dan
tingkah laku yang baik, karena seorang tenaga pendidik akan menjadi contoh
tauladan yang baik untuk peserta didiknya. Menjadi tauladan yang baik merupakan
hal yang sangat penting bagi seorang tenaga pendidik. Hal ini akan berpengaruh
pada kepercayaan peserta didik kepada seorang pendidik tersebut. Tenaga
pendidik diharapkan mampu menarik perhatian peserta didik agar mereka dapat
menjadikan seorang pendidik sebagai tauladan yang baik bagi mereka. Semboyan
ini jika diimplementasikan juga dapat memiliki arti bahwa seorang tenaga
pendidik itu akan menjadi sosok panutan bagi peserta didik ataupun orang-orang
disekitarnya yang membutuhkan didikan dari tenaga pendidik tersebut. Tenaga
pendidik menjadi contoh panutan yang baik lewat tingkah laku dan perbuatan yang
telah dilakukannya dalam proses pendidikan berlangsung. Sikap teladan dari
seorang tenaga pendidik merupakan suatu hal yang paling utama dalam proses
pendidikan. Segala sesuatu yang telah dilakukan oleh tenaga pendidik tersebut
harus dapat dipertanggung jawabkan.
2.
Ing Madya Mangun Karsa
Seorang tenaga pendidik tidak akan
bisa berdiri sendiri dalam menjalankan proses pendidikan. Seorang pendidik
harus bisa bekerjasama dengan peserta didiknya untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Hal inilah yang nantinya akan mempermudah tercapainya proses
pendidikan. Seorang tenaga pendidik harus bisa menyatu dengan peserta didiknya,
menyatu disini yaitu berbaur atau saling bertukar pendapat. Jadi dalam proses
pembelajaran tidak hanya seorang pendidik saja yang bersikap aktif, tetapi
peserta didiknya pun juga harus diberikan kesempatan untuk menyampaikan
pendapatnya. Darisinilah diharapkan seorang pendidik dapat menyatu dengan
peserta didiknya, dan peserta didiknya pun juga dapat merasa nyaman dengan
pembelajaran yang sedang berlangsung. Dengan adanya kerjasama yang baik antara
tenaga pendidik dengan peserta didik maka tujuan pendidikan akan dengan mudah
dicapai. Semboyan ini memang memiliki arti ditengah membangunkan niat, jika
tenaga pendidik lebih bisa bergabung dan bekerjasama dengan peserta didik maka
diharapkan peserta didik juga dapat terbangun niatnya untuk lebih giat belajar
agar tujuan pendidikan juga dapat tercapai.
3.
Tut Wuri Handayani
Dari adanya semboyan tersebut dapat
diimplementasikan bahwa seorang tenaga pendidik harus bisa memberikan dorongan
kepada peserta didiknya. Seorang tenaga pendidik harus bisa memberikan motivasi
belajar kepada peserta didiknya agar peserta didiknya dapat belajar dengan
benar. Terkadang peserta didik memiliki kecenderungan malas dan bosan untuk
belajar, dari masalah tersebut sudah menjadi tugas pendidik agar bisa mendorong
peserta didik untuk lebih maju. Menjadi seorang tenaga pendidik harus bisa
menjadi motivator bagi peserta didiknya. Semboyan ini juga dapat mendorong
seorang pendidik agar lebih maju dalam berlangsungnya proses pendidikan. Lebih
maju disini memiliki arti bahwa seorang tenaga pendidik harus bisa menjadi
lebih kreatif dan selalu menemukan inovasi baru sebagai bahan untuk proses
berlangsungnya pembelajaran. Jika seorang pendidik memiliki dorongan motivasi
tinggi dan selalu kreatif maka peserta didiknya juga akan ikut memiliki
kreatifitas tinggi dan motivasi belajar mereka juga akan terdorong lebih kuat.
Seorang tenaga pendidik juga harus bisa menjadi penyemangat untuk peserta
didiknya dalam proses pembelajaran berlangsung agar mereka memiliki pemikiran
yang lebih terbuka. Jika peserta didik memiliki pemikiran yang lebih terbuka,
dan tidak malu untuk menyampaikan pendapat maka minat belajar mereka juga akan
meningkat dengan cepat. Hal inilah yang dimaksudkan bahwa seorang tenaga
pendidik harus bisa menjadi motivator, penyemangat, dan juga pendorong minat
belajar peserta didiknya
2. Nilai dan Peran Pendidik Terhadap Prinsip-prinsip Pengambilan Keputusan Sebagai Seorang Pemimpin Pembelajaran
Mengelola pendidikan
bukanlah persoalan mudah, dibutuhkan pemikiran dan analisis mendalam agar
pendidikan yang dilaksanakan tepat sasaran dan sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan. Peran pemimpin pembelajaran menjadi sangat urgen untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan. Pemimpin pembelajaran
dalam sebuah institusi pendidikan dituntut dapat merumuskan dan
mengkomunikasikan visi dan misi yang jelas dalam memajukan pendidikan. Peran
pemimpin pembelajaran menjadi semakin kompleks, karena pemimpin pembelajaran
menjadi motor penggerak terjadinya proses perubahan dalam institusi pendidikan melalui
keputusan-keputusan efektif yang diambil berdasarkan paradigma dan prinsip
pengambilan keputusan yang tepat.
Kepemimpinan pembelajaran
adalah suatu kemampuan dan proses mempengaruhi, mengkoordinir, dan menggerakkan
orang-orang lain yang ada hubungan dengan pengembangan ilmu pendidikan dari
pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, agar supaya kegiatan-kegiatan yang
dijalankan dapat lebih efesien dan efektif didalam pencapaian tujuantujuan
pendidikan dan pengajaran. Guru
adalah pemimpin bagi siswa dalam pembelajarannya, bagi kolega atau teman-teman
seprofesinya, dan bagi dirinya sendiri. Guru adalah pemimpin ketika ia sedang
melaksanakan pembelajaran di kelasnya. Ia adalah pemegang kendali dan pengambil
keputusan saat melaksanakan pemebalajaran. Setiap saat guru harus melakukan
suatu tindakan sebagaimana seorang pemimpin di dalam kelasnya. Bagi kolega atau
teman seprofesinya, seorang guru juga merupakan pemimpin, tentu saja bukan
pemimpin dalam arti formal. Seorang guru yang profesional akan mampu menjadi
seorang yang berdiri di depan menunjukkan bagaimana seharusnya menjadi guru
yang berkualitas bagi guru-guru lainnya. Bagi dirinya sendiri, seorang guru
juga adalah pemimpin. Apapun yang ia lakukan dalam menjalani profesinya sebagai
guru tergantung bagaimana ia menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Ia harus
dapat menentukan dan memutuskan apa yang harus ia lakukan demi menjadi guru
yang baik dan profesional.
3. Keterkaitan Peran Pendidik dalam Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran Terhadap Kegiatan "Coaching"
Kita semua memahami jika murid kita bukanlah kertas kosong. Mereka datang dengan berbagai latar belakang, kemampuan, dan potensi. Tugas pendidik adalah menjadikan latar belakang mereka sebagai pondasi kuat bagi Anda dalam memimpin pembelajaran. Selain itu, pendidik juga bertugas meningkatkan kemampuan dan melejitkan potensi mereka. Oleh karena itu, pendidik diharapkan memiliki keterampilan yang dapat mengarahkan anak didik untuk menemukan jati diri dan melejitkan potensi mereka.
Salah satu keterampilan yang diperlukan adalah keterampilan coaching. Mengapa keterampilan coaching? Coaching diperlukan karena murid kita adalah sosok merdeka. Sosok yang dapat menentukan arah dan tujuan pembelajarannya, serta meningkatkan potensinya sendiri. Mereka hanya memerlukan dorongan dan arahan dari pendidik sebagai pemimpin pembelajaran untuk melejitkan potensi mereka. Tentunya ini bukan hal yang mudah karena sebagai pemimpin pembelajaran terkadang kita tergoda untuk berupaya membantu permasalahan murid secara langsung dengan memberikan solusi dan nasehat. Dengan keterampilan coaching, harapannya anak didik kita menjadi lebih terarah dan dapat menyelesaikan masalahnya sendiri yang pada akhirnya dapat meningkatkan potensi mereka.
Masih terkait dengan kemerdekaan belajar, proses coaching merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak murid. Pertanyaan-pertanyaan reflektif dalam dapat membuat murid melakukan metakognisi. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga membuat murid lebih berpikir secara kritis dan mendalam. Yang akhirnya, murid dapat menemukan potensi dan mengembangkannya. Mengingat pentingnya proses coaching ini sebagai alat untuk memaksimalkan potensi murid, guru hendaknya memiliki keterampilan coaching. Keterampilan coaching ini sangat erat kaitannya dengan keterampilan berkomunikasi. Melalui komunikasi yang efektif dalam proses coaching, seorang pendidik sebagai pemimpin pembelajaran akan mampu mengidentifikasi dilema yang dihadapi murid, dan melakukan pengujian terhadap keputusan yang akan diambil murid melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif yang diberikan. Jika proses coaching berhasil dengan baik, masalah-masalah pembelajaran atau masalah eksternal yang mengganggu proses pembelajaran dan dapat menurunkan potensi murid akan dapat diatasi.
4. Peran Seorang Pendidik
dalam Mengatasi Kasus Moral/Etika Melalui Pengambilan Keputusan yang Efektif untuk Terciptanya
Lingkungan yang Positif
Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, seorang pendidik sering dihadapkan dalam situasi di mana merek diharuskan mengambil suatu keputusan. Namun, sering keputusan tersebut melibatkan kepentingan dari masing-masing pihak yang sama-sama benar, tapi saling bertentangan satu dengan yang lain, yang disebut dengan “dilema etika”. Terkadang, setelah mengambil keputusan tersebut, seorang pendidik menjadi ragu-ragu dan menanyakan ke diri sendiri apakah keputusan yang diambil telah tepat, ada perasaan tidak nyaman dalam diri mereka, atau timbul pemikiran mengganjal dalam diri mereka seperti, ‘Apakah ini sesuai peraturan?’ atau ‘Bagaimana panutan mereka akan berlaku dalam hal seperti ini?’
Langkah awal yang
dilakukan seorang pendidik untuk memgatasi situasi dilema etika adalah
menentukan paradigma yang muncul dari situasi dilema etika tersebut. Secara
umum paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika, yaitu :
a. Individu
lawan masyarakat (individual vs community)
Dalam paradigma ini ada pertentangan
antara individu yang berdiri sendiri melawan sebuah kelompok yang lebih besar
di mana individu ini juga menjadi bagiannya. Bisa juga konflik antara
kepentingan pribadi melawan kepentingan orang lain, atau kelompok kecil melawan
kelompok besar.
b. Rasa
keadilan lawan rasa kasihan (justice vs
mercy)
Dalam paradigma ini ada pilihan
antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan sepenuhnya.
Pilihan yang ada adalah memilih antara keadilan dan perlakuan yang sama bagi
semua orang di satu sisi, dan membuat pengecualian karena kemurahan hati dan
kasih sayang, di sisi lain.
c. Kebenaran
lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
Kejujuran dan kesetiaan seringkali
menjadi nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi dilema etika. Kadang kita
perlu untuk membuat pilihan antara berlaku jujur dan berlaku setia (atau
bertanggung jawab) kepada orang lain. Apakah kita akan jujur menyampaikan
informasi berdasarkan fakta atau kita menjunjung nilai kesetiaan pada profesi,
kelompok tertentu, atau komitmen yang telah dibuat sebelumnya.
d. Jangka
pendek lawan jangka panjang (short term
vs long term)
Paradigma ini paling sering terjadi
dan mudah diamati. Kadang perlu untuk memilih antara yang kelihatannya terbaik
untuk saat ini dan yang terbaik untuk masa yang akan datang. Paradigma ini bisa
terjadi di level personal dan permasalahan sehari-hari, atau pada level yang
lebih luas, misalnya pada issue-issue dunia secara global, misalnya lingkungan
hidup dll.
Selain mempertimbangkan
paradigma dari sebuah kasus/situasi, seorang pendidik perlu menentukan
prinsip-prinsip yang mendasari pemikiran mereka dalam mengambil suatu keputusan
yang mengandung unsur dilema etika. Berikut adalah prinsip pengambilan
keputusan dalam situasi dilema etika, yaitu :
a. Berpikir
Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)
ditentukan dengan konsekuensi atau hasil dari suatu tindakan.
b. Berpikir
Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)
menentukan keputusan berdasarkan peraturan yang telah dibuat.
c. Berpikir
Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)
prinsipnya “Lakukan kepada orang lain seperti yang Anda ingin mereka lakukan
kepada Anda" Dengan kepedulian terhadap sesama kita akan menjadi lebih
peka dan bersimpati.
Langkah terakhir adalah melakukan pengujian
dan pengambilan keputusan. Berikut adalah sembilan langkah pengujian
dan pengambilan keputusan dalam situasi dilemma etika, yaitu :
1. Mengenali
bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi ini.
2. Menentukan
siapa yang terlibat dalam situasi ini.
3. Kumpulkan
fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.
4. Pengujian
benar atau salah, yang meliputi uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji
halaman depan koran, uji panutan/idola.
5. Pengujian
paradigma benar lawan benar
6. Melakukan
prinsip resolusi
7. Investigasi
opsi trilema
8. Buat
keputusan
9. Lihat
lagi keputusan dan refleksikan
Melalui langkah-langkah pengambilan keputusan yang efektif tersebut, maka seorang pendidik sebagai pemimpin pembelajaran akan mampu mewujudkan wellbeing ekosistem Pendidikan, yaitu lingkungan belajar yang positif, kondusif, aman, dan nyaman bagi peserta didik.
5. Peran Pendidik dalam Pengambilan
Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran Terhadap Murid Merdeka
Merdeka
belajar bermakna kemerdekaan belajar, yakni memberikan kesempatan belajar
sebebas-bebasnya dan senyaman-nyamannya kepada anak didik untuk belajar dengan
tenang, santai dan gembira tanpa stres dan tekanan dengan memperhatikan bakat
alami yang mereka punyai, tanpa memaksa mereka mempelajari atau menguasai suatu
bidang pengetahuan di luar hobi dan kemampuan mereka,sehingga masing-masing
mereka mempunyai portofolio yang sesuai dengan kegemarannya. Sebab, memberi
beban kepada pelajar di luar kemampuannya adalah tindakan yang tercela secara
akal sehat dan tidak mungkin dilakukan oleh guru yang bijak. Ini tak ubahnya
seperti murid yang buta lalu guru memimtanya menceritakan apa dan bagaimana
matahari itu kepada teman-temannya.
Merdeka
belajar adalah kemerdekaan berpikir. Dan terutama esensi kemerdekaan berpikir
ini harus ada di guru dulu. Tanpa terjadi di guru, tidak mungkin bisa terjadi
di murid. Pendidikan yang memerdekakan paling tidak dapat dipahami dalam
beberapa pemahaman yakni:
1. pendidikan yang memerdekakan adalah pola pendidikan
yang menanamkan nilai-nilai yang benar dan mengubahkan individu yang belajar.
2. pendidikan yang
memerdekakan ialah pendidikan yang disajikan dengan mengedepankan nilai harkat
dan martabat manusia, karena itu harus dijauhkan praktik-praktik diskriminasi
dan klasterisasi bagi peserta didik.
3. pendidikan yang memerdekakan ialah pendidikan yang
merestorasi kehidupan manusia, secara khusus dalam praktek kehidupan.
Dalam konsep merdeka belajar, guru diberi kebebasan
untuk berpikir dalam menentukan langkah yang tepat dan strategis sehingga bisa
menjawab semua tantangan dan permasalahan pendidikan yang dihadapi dalam
wilayah pendidikan. Dalam konsep ini, guru harus bisa menentukan treatment yang tepat tanpa intervensi terlalu jauh
dari pihak luar. Penerapan treatment tersebut tentunya harus memiliki dasar kuat
dan bisa dipertanggung jawabkan. Guna sampai pada keberhasilan penerapan
konsep merdeka belajar tersebut, guru dituntut agar dapat menerjemahkan konsep
sehingga mampu merealisasikan dalam penerapan pembelajaran yang
dilaksanakannya. Untuk sampai pada kenyataan tersebut guru harus memiliki
keluasan wawasan dan kedalaman pengalaman sebagai modalnya, termasuk pengalaman
dalam pengambilan keputusan dalam situasi yang mengandung unsur dilemma etika.
Akhirnya, konsep
merdeka belajar harus dimaknai sebagai pemberian peluang bagi guru sehingga
mereka berani mencoba, berekpresi, bereksperimen, menjawab tantangan, serta
berani berkolaborasi untuk berkontribusi dalam melahirkan pendidikan lebih baik
dan bermakna sehingga mampu mewujudkan masa depan peserta didik yang
berkarakter Profil Pelajar Pancasila.
KESIMPULAN
Banyak harapan yang digantungkan bangsa ini kepada saya dan
teman-teman guru di seluruh Indonesia, khususnya calon guru penggerak. Tugas
kita sebagai pendidik sungguh sangat mulia. Karena di balik tugas mengajar,
kita mempunyai misi kemanusiaan untuk menumbuhkan kodrat dan memuliakan anak
bangsa. Guru adalah salah satu pilar untuk menumbuhkan sang anak menjadi sosok
yang beriman dan berakhlak, bernalar kritis dalam menimbang suatu kebenaran,
dan mampu berkreativitas menciptakan sebuah karya yang bermanfaat, menghargai
kebhinekaan tanpa harus memandang identitas keagamaan atau etnis dan
kelompok tertentu, tetapi berlandaskan pada nilai-nilai kemanusiaan. Guru juga
menjadi sosok yang berperan dalam menumbuhkan kemandirian sang anak, tanpa
harus menghakimi, memerintah, dan mencampuri kemerdekaannya.
Guru yang merdeka sadar bahwa perannya sebagai seorang
pemimpin pembelajaran harus lebih dulu tergerak, kemudian mencoba terus
bergerak, dan selanjutnya menggerakkan anak dan orang-orang di sekitarnya. Sebagai
seorang pemimpin pembelajaran, hal pertama yang perlu dilakukan adalah “kenalilah siapa sebenarnya diri kita”, “bagaimana
kita”, dan “pahamilah paradigma setiap situasi yang dihadapi”, maka itu akan
mempermudah kita untuk menjadi pengambil keputusan yang baik sebagi pemimpin pembelajaran
bagi siswa-siswa kita, terutama di dalam kelas pada pembelajaran yang sedang
dilaksanakan. Kemudian,
pelajarilah bagaimana bertindak sebagai pemimpin yang efektif, dengan
menerapkan 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan, sehingga setiap
keputusan dan kebijakan yang kita ambil sebagai seorang pemimpin pembelajaran menjadi
bermanfaat bagi semua pihak.
-
ARTIKEL 1.3.a.9. Koneksi Antar Materi – Sintesis Berbagai Materi NI NYOMAN AYU SUCIATI, S.Si. M.Pd. CGP – SMP NEGERI 1 KUTA UTARA ...
-
RANCANGAN AKSI NYATA – BUDAYA POSITIF PENERAPAN BUDAYA POSITIF DALAM BENTUK KESEPAKATAN KELAS UNTUK MEMBANGUN KEMERDEKAAN BELAJAR NI N...
-
PENERAPAN SISTEM AMONG PADA MASA KINI KAJIAN KONSEP DAN PRAKTIK BAIK DALAM PROSES PEMBELAJARAN ...