Jumat, 28 Mei 2021

 

ARTIKEL KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.3

PENGELOLAAN PROGRAM YANG BERDAMPAK PADA MURID”



OLEH :

Ni Nyoman Ayu Suciati, S.Si. M.Pd.

CGP SMP N 1 Kuta Utara

 

 

INTISARI MATERI PROGRAM SEKOLAH YANG BERDAMPAK PADA MURID

Proses belajar mengajar akan berlangsung dengan baik di sekolah jika didukung oleh adanya program, baik di tingkat kelas, maupun tingkat sekolah. Hal ini berarti bahwa proses pendidikan harus dikelola dengan baik yang tersusun dalam sebuah program sekolah. Proses penyusunan program ini merupakan proses yang terdiri atas kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan. Dengan kata lain program sekolah adalah suatu kegiatan dalam membuat atau membentuk pengelolaan sekolah secara mandiri berdasarkan analisis kekuatan, kelemahan, peluang, tantangan atau analisis situasi dan kondisi dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan tuntutan masyarakat. Dalam menyusun program sekolah, peran serta sumber daya manusia yang ada perlu dilibatkan seperti : kepala sekolah, guru, dan tenaga administrasi, orang tua/wali siswa, tokoh masyarakat, siswa, dan pengawas.

Suatu program sekolah dikatakan berdampak pada murid artinya bahwa program tersebut melibatkan murid dalam hal perencanaan, pelaksanaan dan monev serta berpengaruh terhadap tumbuh kembang karakter murid. Dalam membuat program sekolah yang berdampak pada murid, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti tahapan membuat program mulai dari perencanaan hingga monitoring dan evaluasi. Monitoring dan evaluasi adalah suatu aktivitas yang sangat penting untuk mendukung tercapainya suatu tujuan dari proyek atau program yang dilakukan. Monitoring adalah proses menghimpun informasi dan analisis internal dari sebuah program sekolah, sedangkan evaluasi adalah sebuah penilaian retrospektif secara periodik pada satu program sekolah yang telah selesai. Biasanya kegiatan evaluasi melibatkan penilai luar yang independen. Monitoring dan evaluasi, atau lebih mudah disingkat dengan M&E, perlu disinergikan dengan kegiatan atau program sekolah yang sedang berjalan dengan melakukan perencanaan, tindakan, dan refleksi. Ketiga aktivitas ini menjadi sebuah siklus yang dapat dilakukan berulang-ulang.

Dalam dunia pendidikan kita mengenal istilah manajemen pendidikan yang dilakukan sekolah untuk mengembangkan mutu sekolah. Manajemen risiko merupakan salah satu hal wajib yang harus dilakukan dalam merencanakan program sekolah yang berdampak pada murid. Manajemen risiko adalah metode yang tersusun secara logis dan sistematis dari suatu rangkaian kegiatan; penetapan konteks, identifikasi, analisa, evaluasi, pengendalian serta komunikasi risiko. Manajemen risiko haruslah menjadi satu kesatuan bagian yang tak terpisahkan dari pelaksanaan program di sekolah, karena walaupun suatu program sekolah telah direncanakan sebaik mungkin, namun tetap mengandung ketidakpastian bahwa nanti akan berjalan sepenuhnya sesuai rencana. Risiko dalam sebuah program sekolah yang berdampak pada murid merupakan sebuah langkah awal yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi segala sesuatu yang kemungkinan besar dapat terjadi, termasuk juga dalam merencanakan dan melaksanakan program pendidikan. Oleh karena itu, sekolah sebagai lembaga pendidikan wajib melakukan rangkaian analisis dan metodologi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, mengendalikan dan mengevaluasi risiko yang mungkin timbul dari pelaksanaan program sekolah.

 

CARA SEKOLAH MENGEFEKTIFKAN POTENSI SUMBER DAYA UNTUK DIJADIKAN PROGRAM SEKOLAH YANG BERDAMPAK PADA MURID

Sekolah wajib membangun ekosistem yang dapat merangsang kreativitas untuk menunjang keberhasilan tujuan pendidikan. Keberhasilan sebuah program sekolah sangat tergantung pada cara pandang sekolah melihat ekosistemnya : apakah sebagai kekuatan atau sebagai kekurangan. Sekolah yang memandang semua yang dimiliki adalah suatu kekuatan, tidak akan berfokus pada kekurangan tapi berupaya pada pemanfaatan sumber daya (asset) yang dimiliki.

Sekolah hendaknya menerapkan pendekatan berbasis asset untuk mengefektifkan potensi sumber daya/asset dalam merancang sebuah program sekolah yang berdampak pada murid. Pendekatan  berbasis aset (Asset-Based Thinking) merupakan cara praktis menemukan dan mengenali hal-hal yang positif dalam komunitas sekolah, dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, untuk memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif. Program sekolah yang menerapkan pendekatan berbasis aset menekankan kepada kemandirian dari sekolah untuk dapat menyelesaikan tantangan yang dihadapi dengan bermodalkan kekuatan dan potensi yang ada di dalam komunitas sekolah sendiri, dengan demikian hasil yang diharapkan akan lebih berkelanjutan. Pendekatan Berbasis Aset akan berfokus pada potensi aset/sumber daya yang dimiliki oleh sebuah sekolah, sehingga program sekolah dapat mencapai tujuan atau visi sekolah yang diharapkan.

 

TAHAPAN MEMBUAT PROGRAM YANG BERDAMPAK PADA MURID MELALUI TAHAPAN BAGJA (5D)

Pendekatan IA (Inkuiry Apresiatif) menggunakan prinsip-prinsip utama psikologi positif dan pendidikan positif. Pendekatan IA percaya bahwa setiap orang memiliki inti positif yang dapat memberikan kontribusi pada keberhasilan. Inti positif ini merupakan potensi dan aset suatu sekolah. Dengan demikian, dalam implementasinya, IA dimulai dengan menggali hal-hal positif, keberhasilan yang telah dicapai dan kekuatan yang dimiliki sekolah, sebelum sekolah menapak pada tahap selanjutnya dalam melakukan perencanaan perubahan, termasuk dalam merencanakan sebuah program sekolah. 

Dalam sebuah perencanaan program sekolah, pendekatan IA dapat dimulai dengan mengidentifikasi hal baik yang telah ada di sekolah, mencari cara agar bagaimana hal tersebut dapat dipertahankan, sehingga kelemahan, kekurangan dan ketidak-adaan menjadi tidak relevan. Berpijak dari hal positif tersebut, sekolah kemudian menyelaraskan hal positif atau kekuatan tersebut  dengan visi sekolah dan visi setiap individu dalam komunitas sekolah. Inkuiri apresiatif menerapkan sebuah pendekatan kolaboratif untuk mengetahui kondisi suatu sekolah dalam mengembangkan program sekolah yang berdampak pada murid melalui pengajuan pertanyaan yang tersusun dalam tahapan BAGJA dan dijalankan dalam suasana yang positif dan apresiatif. Lima tahapan utama yang dijalankan dalam akronim BAGJA tersebut adalah:

1.    Buat pertanyaan utama sebagai penentu arah penelurusan terkait perubahan yang kita inginkan dari sebuah program sekolah yang berdampak pada murid.

2.    Ambil pelajaran ini, dilakukan setelah pertanyaan utama disepakati. Bagian ini akan menuntun mengambil pelajaran dari pengalaman individu atau kelompok baik dalam unsur yang berbeda maupun sama dari sebuah program sekolah yang berdampak pada murid.

3.    Gali mimpi bersama, dalam tahapan ini komunitas sekolah akan menggali mimpi sebagai keadaan ideal yang diinginkan dari sebuah program sekolah yang berdampak pada murid, dengan digambarkan secara rinci melalui sebuah narasi dan diperlukan pertanyaan-pertanyaan pemandu dalam penyusunan narasi.

4.    Jabarkan rencana untuk mencapai gambaran yang diinginkan. Tahapan ini akan mengidentifikasi tindakan yang diperlukan dan mengambil keputusan-keputusan.  Ketika perencanaan awal kita perlu membuat pertanyaan-pertanyaan untuk membantu penyusunan rencana program sekolah yang berdampak pada murid agar lebih konkret.

5.    Atur Eksekusi, tahapan ini membantu transformasi rencana program sekolah yang berdampak pada murid menjadi nyata. Diperlukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat membantu memutuskan peran dan  kesepakatan-kesepakatan pelaksanaan program sekolah tersebut.

 

HAL-HAL MENARIK YANG DAPAT SAYA TARIK DARI PEMBELAJARAN MODUL MATERI 3.3 DAN BENANG MERAH YANG BISA SAYA TARIK DARI KETERKAITAN ANTARMATERI YANG DIBERIKAN DALAM MODUL 3.3

Setiap sekolah pada umumnya telah memiliki visi, misi, dan tujuan yang menjadi acuan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Oleh karena itu mutlak diperlukan adanya suatu pengembangan program sekolah. Berbagai program yang dikembangkan tersebut harus berpihak pada murid serta relevan dengan visi dan misi sekolah serta sebagai bentuk penjabaran yang lebih rinci, terukur, dan feasible untuk dilaksanakan di sekolah. Dalam membuat program sekolah yang berdampak pada murid, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti tahapan membuat program mulai dari perencanaan termasuk manajemen risiko, monitoring, evaluasi pembelajaran (learning) dan pelaporan (reporting).

Manajemen risiko adalah metode yang tersusun secara logis dan sistematis dari suatu rangkaian kegiatan; penetapan konteks, identifikasi,analisa, evaluasi, pengendalian serta komunikasi risiko. Risiko dalam sebuah program merupakan sebuah langkah awal yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi segala sesuatu yang kemungkinan besar dapat terjadi, termasuk juga dalam merencanakan dan melaksanakan program pendidikan. Oleh karena itu, sekolah sebagai lembaga pendidikan wajib melakukan rangkaian analisis dan metodologi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, mengendalikan dan mengevaluasi risiko yang mungkin timbul dari pelaksanaan program sekolah. Risiko tidak dapat dihindari tetapi dapat dikelola dan dikendalikan karena apabila risiko tidak dikelola dengan baik maka akan mengakibatkan kerugian serta hambatan, sehingga program sekolah yang telah direncanakan tidak berjalan dengan baik Begitu pula sebaliknya apabila risiko dapat dikelola dengan baik maka sekolah dapat meminimalisir segala kerugian yang dapat menghambat jalannya program sekolah yang telah direncanakan. Beberapa tipe risiko di dalam pelaksanaan sebuah program sekolah, meliputi: resiko strategis, risiko keuangan, risiko operasional, risiko pemenuhan, dan risiko reputasi. Adapun tahapan manajemen risiko adalah sebagai berikut : a). identifikasi jenis risiko, b). pengukuran risiko, c). melakukan strategi dalam pengendalian risiko d). melakukan evaluasi terus-menerus, maju dan berkelanjutan.

Monitoring adalah serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk memberikan informasi tentang sebab dan akibat dari satu kebijakan yang lebih terfokus pada kegiatan program sekolah yang sedang dilaksanakan. Monitoring dilakukan dengan cara menggali untuk mendapatkan informasi secara regular berdasarkan indikator tertentu. Tujuan monitoring adalah mengetahui apakah program sekolah yang sedang berlangsung sesuai dengan perencanaan dan prosedur yang telah disepakati. Secara prinsip, monitoring dilakukan pada saat kegiatan sedang berlangsung guna memastikan kesesuaian proses dan capaian sesuai rencana atau tidak. Bila ditemukan penyimpangan atau keterlambatan maka segera dibenahi sehingga kegiatan dapat berjalan sesuai rencana dan target. Hasil monitoring menjadi input bagi kepentingan proses selanjutnya. Indikator monitoring mencakup esensi aktivitas dan target yang ditetapkan pada perencanaan program. Apabila monitoring dilakukan dengan baik akan bermanfaat dalam memastikan pelaksanaan kegiatan tetap pada jalurnya (sesuai pedoman dan perencanaan program). Juga memberikan informasi kepada pengelola program apabila terjadi hambatan dan penyimpangan, serta sebagai masukan dalam melakukan evaluasi. Sedangkan evaluasi suatu proses sistematis menetapkan nilai tentang sesuatu hal, seperti objek, proses, unjuk kerja, kegiatan, hasil, tujuan, atau hal lain berdasarkan kriteria tertentu melalui penilaian. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui hasil atau capaian akhir dari kegiatan atau program yang dilaksanakan pada akhir kegiatan. Hasil evaluasi bermanfaat bagi rencana pelaksanaan program yang sama di waktu dan tempat lainnya.

Pada dasarnya monitoring dan evaluasi (monitoring dan evaluasi) merupakan kegiatan pemantauan suatu program sekolah dan bukan merupakan suatu kegiatan yang mencari-cari kesalahan, tetapi membantu melakukan tindakan perbaikan secara terus menerus. Monitoring dan evaluasi dilakukan sebagai usaha untuk menentukan apa yang sedang dilaksanakan dengan cara memantau hasil/prestasi yang dicapai dan jika terdapat penyimpangan dari standar yang telah ditentukan, maka segera diadakan perbaikan, sehingga semua hasil/prestasi yang dicapai dapat sesuai dengan rencana. 

Monitoring dan evaluasi (M&E), atau lebih mudah disingkat dengan M&E, perlu disinergikan dengan kegiatan atau program yang sedang berjalan dengan melakukan perencanaan, tindakan, dan refleksi. Ketiga aktivitas ini menjadi sebuah siklus yang dapat dilakukan berulang-ulang. Tujuan Monitoring dan Evaluasi dalam pelaksanaan program sekolah adalah 1). Menyediakan informasi yang relevan dan tepat waktu pada pelaksanaan kegiatan program sekolah yang akan membantu pembuatan keputusan manajemen yang efektif dan merencanakan berbagai tindakan yang diperlukan 2). Mengetahui bahwa program sekolah yang dilaksanakan sesuai dengan yang tujuan direncanakan. 3). Memberikan masukan terhadap pengambilan keputusan berkaitan perlu atau tidaknya inovasi dan revisi dalam kegiatan program sekolah.

Pembelajaran (Learning) yang didapatkan dalam pelaksanaan program sekolah meliputi : 1). Fact (Fakta ): Catatan objektif tentang apa yang terjadi selama pelaksanaan program sekolah, 2). Feeling (Perasaan): Reaksi emosional terhadap situasi selama pelaksanaan program sekolah, 3). Finding (Temuan): Pembelajaran konkret yang dapat diambil dari situasi tersebut selama pelaksanaan program sekolah, 4). Future (Masa Depan): Menyusun pembelajaran digunakan di masa depan setelah program sekolah dilaksanakan.

Laporan (Reporting) merupakan alat bagi pimpinan untuk menginformasikan atau memberikan masukan untuk setiap pengambilan keputusan yang diambilnya. Oleh karena itu laporan harus akurat, lengkap, dan objektif. Dalam prakteknya, laporan sebuah program sekola adalah sebuah dokumen yang merupakan produk akhir dari suatu kegiatan/program sekolah. Tujuan penyusunan laporan program sekolah adalah untuk menjadikan informasi dari sebuah program sekolah yang disampaikan jelas dan mudah dipahami. Oleh karena itu, materi laporan yang disampaikan hanya yang perlu diketahui oleh pihak pembaca. Fungsi laporan dapat dijabarkan sebagai berikut:

1.    Pertanggungjawaban dan pengawasan

Laporan merupakan suatu pertanggungjawaban dari seorang kepada pimpinannya sesuai dengan fungsi tugas yang dibebankan kepada yang bersangkutan

2.    Penyampaian informasi

Laporan merupakan salah satu sumber informasi yang diperlukan dalam pelaksanaan fungsi dan tugas-tugasnya.

3.    Bahan pengambilan keputusan

Dalam pelaksanaan manajemen Untuk keperluan pengambilan keputusan oleh pimpinan diperlukan data atau informasi yang berhubungan dengan keputusan yang diambil. Data atau informasi itu berasal dari semua satuan organisasi atau pejabat di dalam organisasi melalui laporan-laporan. Sebagai salah satu alat untuk membina kerja sama, saling pengertian, dan koordinasi dengan bagian/unit lain.

4.    Sebagai salah satu alat untuk memperluas ide dan tukar-menukar pengalaman.

 

KAITAN ANTARA PEMETAAN SUMBER DAYA DENGAN PERENCANAAN PROGRAM SEKOLAH YANG BERDAMPAK PADA MURID

Suatu sekolah sebagai sebagai sebuah organisasi memiliki tujuan tertentu, seperti yang telah dituangkan dalam visi, misi, dan tujuan sekolah. Guna mencapai tujuan tersebut diperlukan pengelolaan dari seluruh sumber daya yang dimiliki. Peningkatan mutu sekolah dapat dilakukan dengan pengelolaan sumber daya sekolah secara efektif. Efektivitas pengelolaan sumber daya sekolah adalah tingkat pencapaian tujuan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya yang ada baik tenaga pendidik, tenaga kependidikan, sarana prasarana, dan lain sebagainya untuk mencapai tujuan sekolah serta memiliki lingkungan sekolah yang mendukung kegiatan pembelajaran dan output yang dihasilkan oleh sekolah dapat bermanfaat bagi masyarakat. Dalam hal ini, sumber daya sekolah tersebut meliputi sumber daya manusia dan sumber daya non manusia. Sumber daya manusia tersebut meliputi kepala sekolah, pendidik, dan tenaga kependidikan. Sumber daya non manusia meliputi sarana prasarana, lingkungan, keuangan, social, agama dan politik.

Setiap sekolah pada umumnya telah memiliki visi, misi, dan tujuan yang menjadi acuan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Oleh karena itu mutlak diperlukan adanya suatu pengembangan program sekolah. Berbagai program yang dikembangkan tersebut harus berpihak pada murid serta relevan dengan visi dan misi sekolah serta sebagai bentuk penjabaran yang lebih rinci, terukur, dan feasible untuk dilaksanakan di sekolah. Pengembangan program sekolah yang berpihak pada murid hendaknya dilakukan melalui tahapan yang sistematis dengan langkah-langkah yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara akademik, yuridis, maupun sosial. Pengembangan program sekolah yang berpihak pada murid juga harus mempertimbangkan potensi atau sumber daya dan kemampuan sekolah, sejauh mana kekuatan sekolah dan lingkungan mendukung keterlaksanaan program, dan apakah terdapat ancaman atau hambatan dalam pelaksanaan nantinya. Sekolah dapat menentukan seberapa besar peluang yang ada dari program yang dikembangkan untuk ditetapkan sebagai suatu rencana-rencana kegiatan yang dapat ditempuh dengan tingkat keberhasilan tinggi. Sekolah yang menyusun program tanpa mengindahkan berbagai pertimbangan tersebut akan mengakibatkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan, baik penyimpangan dalam bentuk perubahan atau penggantian program, kemacetan program, tidak terlaksananya program, banyaknya hambatan yang muncul, maupun penyimpangan keuangan. Terjadinya penyimpangan-penyimpangan program tersebut merupakan suatu pemborosan dan kerugian dalam berbagai bidang yang pada akhirnya dapat mengakibatkan kegagalan keberhasilan yang diinginkan. Begitupun dengan sekolah yang programnya tidak terukur, tidak jelas, tidak aplicable, dan tidak fokus, dampak yang terjadi akan lebih besar dan berpotensi merugikan semua pihak. Terjadinya kekeliruan manajemen sekolah juga disebabkan kondisi program sekolah yang salah, begitupun sebaliknya.

Pada sisi lain, kesuksesan sekolah dalam bentuk prestasi akademik maupun non akademik tidak terlepas dari program sekolah yang ditata dengan baik dan benar. Sustainabilitas keberhasilan sekolah bertaraf nasional dan internasional juga disebabkan adanya kejelasan program sekolah yang memiliki sifat jangka menengah dan jangka panjang. Pengembangan program sekolah yang berpihak pada murid hendaknya melalui tahapan yang sistematis dan langkah-langkahnya dapat di pertanggungjawabkan, baik secara akademik, yuridis, maupun sosial. Dalam pengembangan program sekolah juga harus mempertimbangkan potensi dan kemampuan sekolah, sejauh mana kekuatan sekolah dan lingkungan mendukung keterlaksanaan program sekolah. Oleh karena itu, pengembangan program-program sekolah, baik secara kualitas maupun kuantitas, dianggap sangat penting sehingga dalam penyelenggaraan pendidikannya dapat terarah dengan langkah-langkah pelaksanaan yang efektif dan efisien.

 

KAITAN ANTARA MATERI DALAM MODUL 3.3 DENGAN MODUL LAIN DI PROGRAM PENDIDIKAN GURU PENGGERAK

Menurut Ki Hadjar Dewantara, “Maksud pendidikan itu adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia, maupun anggota masyarakat”. Hal ini berarti bahwa pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Konsep program sekolah yang berdampak pada murid diarahkan pada pengembangan potensi murid dengan memaksimalkan potensi alami (kodrat) murid melalui pengoptimalan sumber daya yang berada di sekelilingnya, sehingga mampu mewujudkan budaya positif yang mendukung terciptanya murid merdeka belajar dan berkarakter profil pelajar Pancasila.

Perencanaan program sekolah yang berdampak pada murid menggunakan pendekatan Inkuiri apresiatif dengan model BAGJA, dimana pendekatan ini percaya bahwa setiap orang memiliki inti positif yang dapat memberikan kontribusi pada keberhasilan program sekolah. Inti positif ini merupakan potensi dan aset yang dimiliki sekolah, baik aset manusia maupun aset bukan manusia. Dengan demikian, dalam implementasinya, pendekatan Inkuiri apresiatif model BAGJA dimulai dengan menggali hal-hal positif, keberhasilan yang telah dicapai dan kekuatan yang dimiliki sekolah, sebelum menapak pada tahap selanjutnya dalam melakukan perencanaan perubahan melalui program sekolah yang berdampak pada murid.

Perencanaan program sekolah yang berdampak pada murid memerlukan kolaborasi seluruh peran stake holder Pendidikan di sekolah untuk dapat memetakan dan mengoptimalkan asset atau sumber daya sekolah. Pemetaan modal atau aset sekolah merupakan kegiatan menginventaris seluruh sumber daya yang dimiliki sekolah menggunakan pendekatan berbasis asset untuk menemukan dan mengenali hal-hal yang positif dalam komunitas sekolah, dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, dengan memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi positif untuk mendukung pelaksanaan program sekolah yang berdampak pada murid.

 

KAITAN DARI SEMUA MATERI TERSEBUT DENGAN PERAN SAYA SEBAGAI GURU PENGGERAK

Guru penggerak adalah pemimpin pembelajaran yang mampu mendorong tumbuh kembang murid secara holistic sesuai dengan kodrat yang ada di dalam dirinyaserta mampu secara aktif dan proaktif mengembangkan pendidik lainnya untuk mengimplementasikan pemikiran Ki Hajar Dewantara, yaitu pembelajaran yang berpusat pada murid, serta mampu menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan guna mewujudkan “Merdeka Belajar”. Kemampuan guru penggerak dalam memetakan dan mengelola program sekolah yang berdampak pada murid akan mendukung peran guru penggerak dalam mewujudkan merdeka belajar.

Seorang guru penggerak harus memiliki nilai-nilai mandiri, reflektif, inovatif, kolabratif dan berpihak pada murid dalam mengelola perubahan positif dalam lingkungan atau ekosistem sekolah. Sebagai agen perubahan positif sebuah ekosistem sekolah, guru penggerak dapat mewujudkan perubahan tersebut melalui sebuah program sekolah yang berdampak pada murid secara mandiri, reflektif, inovatif, dan kolaboratif berdasarkan analisis kekuatan, kelemahan, peluang, tantangan atau analisis situasi dan kondisi dengan memperhatikan dan mengoptimalkan potensi sumber daya yang dimiliki sekolah. Mewujudkan nilai-nilai guru penggerak dalam diri bukanlah suatu hal yang mudah, butuh proses belajar dan pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan secara kontinu serta butuh kolaborasi seluruh pemangku kepentingan pendidikan, khususnya dalam merencanakan, melaksanakan, serta melakukan monitoring dan evaluasi sebuah program sekolah yang berdampak pada murid.


Selasa, 06 April 2021

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1


KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1

PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

Oleh :

Ni Nyoman Ayu Suciati, S.Si. M.Pd.

CGP - SMP Negeri 1 Kuta Utara


PENDAHULUAN

Guru Penggerak merupakan episode kelima dari rangkaian kebijakan Merdeka Belajar yang diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan dijalankan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK). Program Guru Penggerak ini bertujuan untuk menyiapkan para pemimpin pendidikan Indonesia masa depan, yang mampu mendorong tumbuh kembang murid secara holistik; aktif dan proaktif dalam mengembangkan guru di sekitarnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada murid; serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil Pelajar Pancasila.

Untuk mendukung tercapainya tujuan itu, Program Pendidikan Guru Penggerak (PPGP) dijalankan dengan menekankan pada kompetensi kepemimpinan pembelajaran (instructional leadership) yang mencakup komunitas praktik, pembelajaran sosial dan emosional, pembelajaran berdiferensiasi yang sesuai perkembangan murid, dan kompetensi lain dalam pengembangan diri dan sekolah. Kompetensi tersebut dituangkan ke dalam tiga paket modul, yaitu paradigma dan visi Guru Penggerak; praktik pembelajaran yang berpihak pada murid; dan pemimpin pembelajaran dalam pengembangan sekolah. Selanjutnya, ketiga paket modul tersebut diperinci menjadi 10 bagian. Program pendidikan ini dijalankan selama sembilan (9) bulan yang terdiri dari kelas pelatihan daring, lokakarya, dan pendampingan. Proses pendidikan ini mengedepankan coaching dan on-the-job training, yang artinya selama belajar, guru tetap menjalankan perannya di sekolah sekaligus menerapkan pengetahuan yang didapat dari ruang pelatihan ke dalam pembelajaran di kelas. Dengan demikian, kepala sekolah dan pengawas menjadi mitra seorang calon guru penggerak dalam mempersiapkan diri menjadi pemimpin.

Di dalam proses pelaksanaan PPGP, Calon Guru Penggerak (CGP) diajak untuk merefleksikan praktik pembelajaran yang sudah dijalankan serta berdiskusi dan berkolaborasi dengan sesama CGP maupun komunitas di sekitarnya. Keseluruhan pengalaman belajar itu diramu dalam siklus MERRDEKA, yang diawali dengan Mulai dari Diri, lalu dilanjutkan dengan Eksplorasi Konsep; Ruang Kolaborasi; Refleksi Terbimbing; Demonstrasi Kontekstual; Elaborasi Pemahaman; Koneksi Antarmateri; dan ditutup dengan Aksi Nyata. Diharapkan model pembelajaran yang berbasis pengalaman seperti ini dapat mewujudkan guru dan murid merdeka yang menjadi pembelajar sepanjang hayat.


PEMBAHASAN

1.   Pandangan Ki Hadjar Dewantara Terhadap Peran Pendidik Sebagai Pemimpin Pembelajaran

Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Mendidik adalah menuntun atau mengarahkan peserta didik agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan mencapai tujuannya menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa. Peran guru yang diinginkan oleh beliau ialah seorang guru menjadi teladan bagi anak didiknya lalu dapat mengarahkan dan menuntun dengan benar tanpa adanya paksaan, dan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik.

Ki Hajar Dewantara tidak dapat terlepas dari perjalanan pendidikan di Indonesia.. Ki Hajar Dewantara juga merupakan pelopor sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Beliau juga telah mendirikan perguruan Taman Siswa sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Pemikiran Ki Hajar Dewantara memiliki relevansi tinggi untuk terobosan untuk membangun pendidikan saat ini yang sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Ki Hajar Dewantara juga memiliki semboyan yang terkenal yang biasanya disebut sebagai Trilogi Pendidikan. Trilogi Pendidikan tersebut yaitu : Ing Ngarsa Sung Tuladha (di depan memberi teladan), Ing Madya Mangun Karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), Tut Wuri Handayani (di belakang memberi dorongan). Berikut merupakan implementasi dari Trilogi Pendidikan Ki Hajar Dewantara untuk peran pendidik sebagai pemimpin pembelajaran :

1.         Ing Ngarsa Sun Tuladha

Menjadi seorang tenaga pendidik memang tidak mudah. Seorang tenaga pendidik harus memiliki kepribadian dan tingkah laku yang baik, karena seorang tenaga pendidik akan menjadi contoh tauladan yang baik untuk peserta didiknya. Menjadi tauladan yang baik merupakan hal yang sangat penting bagi seorang tenaga pendidik. Hal ini akan berpengaruh pada kepercayaan peserta didik kepada seorang pendidik tersebut. Tenaga pendidik diharapkan mampu menarik perhatian peserta didik agar mereka dapat menjadikan seorang pendidik sebagai tauladan yang baik bagi mereka. Semboyan ini jika diimplementasikan juga dapat memiliki arti bahwa seorang tenaga pendidik itu akan menjadi sosok panutan bagi peserta didik ataupun orang-orang disekitarnya yang membutuhkan didikan dari tenaga pendidik tersebut. Tenaga pendidik menjadi contoh panutan yang baik lewat tingkah laku dan perbuatan yang telah dilakukannya dalam proses pendidikan berlangsung. Sikap teladan dari seorang tenaga pendidik merupakan suatu hal yang paling utama dalam proses pendidikan. Segala sesuatu yang telah dilakukan oleh tenaga pendidik tersebut harus dapat dipertanggung jawabkan.

2.         Ing Madya Mangun Karsa

Seorang tenaga pendidik tidak akan bisa berdiri sendiri dalam menjalankan proses pendidikan. Seorang pendidik harus bisa bekerjasama dengan peserta didiknya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hal inilah yang nantinya akan mempermudah tercapainya proses pendidikan. Seorang tenaga pendidik harus bisa menyatu dengan peserta didiknya, menyatu disini yaitu berbaur atau saling bertukar pendapat. Jadi dalam proses pembelajaran tidak hanya seorang pendidik saja yang bersikap aktif, tetapi peserta didiknya pun juga harus diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya. Darisinilah diharapkan seorang pendidik dapat menyatu dengan peserta didiknya, dan peserta didiknya pun juga dapat merasa nyaman dengan pembelajaran yang sedang berlangsung. Dengan adanya kerjasama yang baik antara tenaga pendidik dengan peserta didik maka tujuan pendidikan akan dengan mudah dicapai. Semboyan ini memang memiliki arti ditengah membangunkan niat, jika tenaga pendidik lebih bisa bergabung dan bekerjasama dengan peserta didik maka diharapkan peserta didik juga dapat terbangun niatnya untuk lebih giat belajar agar tujuan pendidikan juga dapat tercapai.

3.         Tut Wuri Handayani

Dari adanya semboyan tersebut dapat diimplementasikan bahwa seorang tenaga pendidik harus bisa memberikan dorongan kepada peserta didiknya. Seorang tenaga pendidik harus bisa memberikan motivasi belajar kepada peserta didiknya agar peserta didiknya dapat belajar dengan benar. Terkadang peserta didik memiliki kecenderungan malas dan bosan untuk belajar, dari masalah tersebut sudah menjadi tugas pendidik agar bisa mendorong peserta didik untuk lebih maju. Menjadi seorang tenaga pendidik harus bisa menjadi motivator bagi peserta didiknya. Semboyan ini juga dapat mendorong seorang pendidik agar lebih maju dalam berlangsungnya proses pendidikan. Lebih maju disini memiliki arti bahwa seorang tenaga pendidik harus bisa menjadi lebih kreatif dan selalu menemukan inovasi baru sebagai bahan untuk proses berlangsungnya pembelajaran. Jika seorang pendidik memiliki dorongan motivasi tinggi dan selalu kreatif maka peserta didiknya juga akan ikut memiliki kreatifitas tinggi dan motivasi belajar mereka juga akan terdorong lebih kuat. Seorang tenaga pendidik juga harus bisa menjadi penyemangat untuk peserta didiknya dalam proses pembelajaran berlangsung agar mereka memiliki pemikiran yang lebih terbuka. Jika peserta didik memiliki pemikiran yang lebih terbuka, dan tidak malu untuk menyampaikan pendapat maka minat belajar mereka juga akan meningkat dengan cepat. Hal inilah yang dimaksudkan bahwa seorang tenaga pendidik harus bisa menjadi motivator, penyemangat, dan juga pendorong minat belajar peserta didiknya


2. Nilai dan Peran Pendidik Terhadap Prinsip-prinsip Pengambilan Keputusan Sebagai Seorang Pemimpin Pembelajaran

   Mengelola pendidikan bukanlah persoalan mudah, dibutuhkan pemikiran dan analisis mendalam agar pendidikan yang dilaksanakan tepat sasaran dan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Peran pemimpin pembelajaran menjadi sangat urgen untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan. Pemimpin pembelajaran dalam sebuah institusi pendidikan dituntut dapat merumuskan dan mengkomunikasikan visi dan misi yang jelas dalam memajukan pendidikan. Peran pemimpin pembelajaran menjadi semakin kompleks, karena pemimpin pembelajaran menjadi motor penggerak terjadinya proses perubahan dalam institusi pendidikan melalui keputusan-keputusan efektif yang diambil berdasarkan paradigma dan prinsip pengambilan keputusan yang tepat.

Kepemimpinan pembelajaran adalah suatu kemampuan dan proses mempengaruhi, mengkoordinir, dan menggerakkan orang-orang lain yang ada hubungan dengan pengembangan ilmu pendidikan dari pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, agar supaya kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat lebih efesien dan efektif didalam pencapaian tujuantujuan pendidikan dan pengajaran. Guru adalah pemimpin bagi siswa dalam pembelajarannya, bagi kolega atau teman-teman seprofesinya, dan bagi dirinya sendiri. Guru adalah pemimpin ketika ia sedang melaksanakan pembelajaran di kelasnya. Ia adalah pemegang kendali dan pengambil keputusan saat melaksanakan pemebalajaran. Setiap saat guru harus melakukan suatu tindakan sebagaimana seorang pemimpin di dalam kelasnya. Bagi kolega atau teman seprofesinya, seorang guru juga merupakan pemimpin, tentu saja bukan pemimpin dalam arti formal. Seorang guru yang profesional akan mampu menjadi seorang yang berdiri di depan menunjukkan bagaimana seharusnya menjadi guru yang berkualitas bagi guru-guru lainnya. Bagi dirinya sendiri, seorang guru juga adalah pemimpin. Apapun yang ia lakukan dalam menjalani profesinya sebagai guru tergantung bagaimana ia menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Ia harus dapat menentukan dan memutuskan apa yang harus ia lakukan demi menjadi guru yang baik dan profesional.


 3. Keterkaitan Peran Pendidik dalam Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran Terhadap Kegiatan "Coaching"

Kita semua memahami jika murid kita bukanlah kertas kosong. Mereka datang dengan berbagai latar belakang, kemampuan, dan potensi. Tugas pendidik adalah menjadikan latar belakang mereka sebagai pondasi kuat bagi Anda dalam memimpin pembelajaran. Selain itu, pendidik juga bertugas meningkatkan kemampuan dan melejitkan potensi mereka. Oleh karena itu, pendidik diharapkan memiliki keterampilan yang dapat mengarahkan anak didik untuk menemukan jati diri dan melejitkan potensi mereka.

Salah satu keterampilan yang diperlukan adalah keterampilan coaching. Mengapa keterampilan coaching? Coaching diperlukan karena murid kita adalah sosok merdeka. Sosok yang dapat menentukan arah dan tujuan pembelajarannya, serta meningkatkan potensinya sendiri. Mereka hanya memerlukan dorongan dan arahan dari pendidik sebagai pemimpin pembelajaran untuk melejitkan potensi mereka. Tentunya ini bukan hal yang mudah karena sebagai pemimpin pembelajaran terkadang kita tergoda untuk berupaya membantu permasalahan murid secara langsung dengan memberikan solusi dan nasehat. Dengan keterampilan coaching, harapannya anak didik kita menjadi lebih terarah dan dapat menyelesaikan masalahnya sendiri yang pada akhirnya dapat meningkatkan potensi mereka.

Masih terkait dengan kemerdekaan belajar, proses coaching merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak murid. Pertanyaan-pertanyaan reflektif dalam dapat membuat murid melakukan metakognisi. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga membuat murid lebih berpikir secara kritis dan mendalam. Yang akhirnya, murid dapat menemukan potensi dan mengembangkannya. Mengingat pentingnya proses coaching ini sebagai alat untuk memaksimalkan potensi murid, guru hendaknya memiliki keterampilan coaching. Keterampilan coaching ini sangat erat kaitannya dengan keterampilan berkomunikasi. Melalui komunikasi yang efektif dalam proses coaching, seorang pendidik sebagai pemimpin pembelajaran akan mampu mengidentifikasi dilema yang dihadapi murid, dan melakukan pengujian terhadap keputusan yang akan diambil murid melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif yang diberikan. Jika proses coaching berhasil dengan baik, masalah-masalah pembelajaran atau masalah eksternal yang mengganggu proses pembelajaran dan dapat menurunkan potensi murid akan dapat diatasi.



4. Peran Seorang Pendidik dalam Mengatasi Kasus Moral/Etika Melalui Pengambilan Keputusan yang Efektif untuk Terciptanya Lingkungan yang Positif

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, seorang pendidik sering dihadapkan dalam situasi di mana merek diharuskan mengambil suatu keputusan. Namun, sering keputusan tersebut melibatkan kepentingan dari masing-masing pihak yang sama-sama benar, tapi saling bertentangan satu dengan yang lain, yang disebut dengan “dilema etika”. Terkadang, setelah mengambil keputusan tersebut, seorang pendidik menjadi ragu-ragu dan menanyakan ke diri sendiri apakah keputusan yang diambil telah tepat, ada perasaan tidak nyaman dalam diri mereka, atau timbul pemikiran mengganjal dalam diri mereka seperti, ‘Apakah ini sesuai peraturan?’ atau ‘Bagaimana panutan mereka akan berlaku dalam hal seperti ini?’ 

Langkah awal yang dilakukan seorang pendidik untuk memgatasi situasi dilema etika adalah menentukan paradigma yang muncul dari situasi dilema etika tersebut. Secara umum paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika, yaitu :

a.    Individu lawan masyarakat (individual vs community)

Dalam paradigma ini ada pertentangan antara individu yang berdiri sendiri melawan sebuah kelompok yang lebih besar di mana individu ini juga menjadi bagiannya. Bisa juga konflik antara kepentingan pribadi melawan kepentingan orang lain, atau kelompok kecil melawan kelompok besar.

b.    Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

Dalam paradigma ini ada pilihan antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan sepenuhnya. Pilihan yang ada adalah memilih antara keadilan dan perlakuan yang sama bagi semua orang di satu sisi, dan membuat pengecualian karena kemurahan hati dan kasih sayang, di sisi lain.

c.    Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

Kejujuran dan kesetiaan seringkali menjadi nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi dilema etika. Kadang kita perlu untuk membuat pilihan antara berlaku jujur dan berlaku setia (atau bertanggung jawab) kepada orang lain. Apakah kita akan jujur menyampaikan informasi berdasarkan fakta atau kita menjunjung nilai kesetiaan pada profesi, kelompok tertentu, atau komitmen yang telah dibuat sebelumnya.

d.    Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

Paradigma ini paling sering terjadi dan mudah diamati. Kadang perlu untuk memilih antara yang kelihatannya terbaik untuk saat ini dan yang terbaik untuk masa yang akan datang. Paradigma ini bisa terjadi di level personal dan permasalahan sehari-hari, atau pada level yang lebih luas, misalnya pada issue-issue dunia secara global, misalnya lingkungan hidup dll.

Selain mempertimbangkan paradigma dari sebuah kasus/situasi, seorang pendidik perlu menentukan prinsip-prinsip yang mendasari pemikiran mereka dalam mengambil suatu keputusan yang mengandung unsur dilema etika. Berikut adalah prinsip pengambilan keputusan dalam situasi dilema etika, yaitu :

a.    Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking) ditentukan dengan konsekuensi atau hasil dari suatu tindakan.

b.    Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking) menentukan keputusan berdasarkan peraturan yang telah dibuat.

c.    Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking) prinsipnya “Lakukan kepada orang lain seperti yang Anda ingin mereka lakukan kepada Anda" Dengan kepedulian terhadap sesama kita akan menjadi lebih peka dan bersimpati.

Langkah terakhir adalah melakukan pengujian dan pengambilan keputusan. Berikut adalah sembilan langkah pengujian dan pengambilan keputusan dalam situasi dilemma etika, yaitu :

1.    Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi ini.

2.    Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.

3.    Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.

4.    Pengujian benar atau salah, yang meliputi uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji halaman depan koran, uji panutan/idola.

5.    Pengujian paradigma benar lawan benar

6.    Melakukan prinsip resolusi

7.    Investigasi opsi trilema

8.    Buat keputusan

9.    Lihat lagi keputusan dan refleksikan

Melalui langkah-langkah pengambilan keputusan yang efektif tersebut, maka seorang pendidik sebagai pemimpin pembelajaran akan mampu mewujudkan wellbeing ekosistem Pendidikan, yaitu lingkungan belajar yang positif, kondusif, aman, dan nyaman bagi peserta didik.



5.   Peran Pendidik dalam Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran Terhadap Murid Merdeka

Merdeka belajar bermakna kemerdekaan belajar, yakni memberikan kesempatan belajar sebebas-bebasnya dan senyaman-nyamannya kepada anak didik untuk belajar dengan tenang, santai dan gembira tanpa stres dan tekanan dengan memperhatikan bakat alami yang mereka punyai, tanpa memaksa mereka mempelajari atau menguasai suatu bidang pengetahuan di luar hobi dan kemampuan mereka,sehingga masing-masing mereka mempunyai portofolio yang sesuai dengan kegemarannya. Sebab, memberi beban kepada pelajar di luar kemampuannya adalah tindakan yang tercela secara akal sehat dan tidak mungkin dilakukan oleh guru yang bijak. Ini tak ubahnya seperti murid yang buta lalu guru memimtanya menceritakan apa dan bagaimana matahari itu kepada teman-temannya.

Merdeka belajar adalah kemerdekaan berpikir. Dan terutama esensi kemerdekaan berpikir ini harus ada di guru dulu. Tanpa terjadi di guru, tidak mungkin bisa terjadi di murid. Pendidikan yang memerdekakan paling tidak dapat dipahami dalam beberapa pemahaman yakni:

1.    pendidikan yang memerdekakan adalah pola pendidikan yang menanamkan nilai-nilai yang benar dan mengubahkan individu yang belajar.

2.  pendidikan yang memerdekakan ialah pendidikan yang disajikan dengan mengedepankan nilai harkat dan martabat manusia, karena itu harus dijauhkan praktik-praktik diskriminasi dan klasterisasi bagi peserta didik.

3.  pendidikan yang memerdekakan ialah pendidikan yang merestorasi kehidupan manusia, secara khusus dalam praktek kehidupan.

Dalam konsep merdeka belajar, guru diberi kebebasan untuk berpikir dalam menentukan langkah yang tepat dan strategis sehingga bisa menjawab semua tantangan dan permasalahan pendidikan yang dihadapi dalam wilayah pendidikan. Dalam konsep ini, guru harus bisa menentukan treatment yang tepat tanpa intervensi terlalu jauh dari pihak luar. Penerapan treatment tersebut tentunya harus memiliki dasar kuat dan bisa dipertanggung jawabkan. Guna sampai pada keberhasilan penerapan konsep merdeka belajar tersebut, guru dituntut agar dapat menerjemahkan konsep sehingga mampu merealisasikan dalam penerapan pembelajaran yang dilaksanakannya. Untuk sampai pada kenyataan tersebut guru harus memiliki keluasan wawasan dan kedalaman pengalaman sebagai modalnya, termasuk pengalaman dalam pengambilan keputusan dalam situasi yang mengandung unsur dilemma etika.

Akhirnya, konsep merdeka belajar harus dimaknai sebagai pemberian peluang bagi guru sehingga mereka berani mencoba, berekpresi, bereksperimen, menjawab tantangan, serta berani berkolaborasi untuk berkontribusi dalam melahirkan pendidikan lebih baik dan bermakna sehingga mampu mewujudkan masa depan peserta didik yang berkarakter Profil Pelajar Pancasila.

 


KESIMPULAN

Banyak harapan yang digantungkan bangsa ini kepada saya dan teman-teman guru di seluruh Indonesia, khususnya calon guru penggerak. Tugas kita sebagai pendidik sungguh sangat mulia. Karena di balik tugas mengajar, kita mempunyai misi kemanusiaan untuk menumbuhkan kodrat dan memuliakan anak bangsa. Guru adalah salah satu pilar untuk menumbuhkan sang anak menjadi sosok yang beriman dan berakhlak, bernalar kritis dalam menimbang suatu kebenaran, dan mampu berkreativitas menciptakan sebuah karya yang bermanfaat, menghargai kebhinekaan tanpa harus memandang identitas keagamaan atau etnis dan kelompok tertentu, tetapi berlandaskan pada nilai-nilai kemanusiaan. Guru juga menjadi sosok yang berperan dalam menumbuhkan kemandirian sang anak, tanpa harus menghakimi, memerintah, dan mencampuri kemerdekaannya.

Guru yang merdeka sadar bahwa perannya sebagai seorang pemimpin pembelajaran harus lebih dulu tergerak, kemudian mencoba terus bergerak, dan selanjutnya menggerakkan anak dan orang-orang di sekitarnya. Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, hal pertama yang perlu dilakukan adalah “kenalilah siapa sebenarnya diri kita”, “bagaimana kita”, dan “pahamilah paradigma setiap situasi yang dihadapi”, maka itu akan mempermudah kita untuk menjadi pengambil keputusan yang baik sebagi pemimpin pembelajaran bagi siswa-siswa kita, terutama di dalam kelas pada pembelajaran yang sedang dilaksanakan. Kemudian, pelajarilah bagaimana bertindak sebagai pemimpin yang efektif, dengan menerapkan 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan, sehingga setiap keputusan dan kebijakan yang kita ambil sebagai seorang pemimpin pembelajaran menjadi bermanfaat bagi semua pihak.